Materi Perkuliahan Bahan Pakan
Ir.
Anie Asriany, MSi
PENDAHULUAN
Salah satu
faktor utama untuk dapat meningkatkan produksi dan produktivitas ternak
ruminansia adalah dengan menjamin ketersediaan dan kontinyuitas hijauan
pakan ternak. Untuk itu perlu diwujudkan adanya lahan yang cukup dan dapat
digunakan sebagai kebun hijauan pakan ternak. Lahan tersebut bisa berupa
pembukaan lahan baru, atau pemanfaatan secara maksimal lahan yang sudah ada.
Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah melaksanakan perawatan kebun
rumput secara kontinyu yang meliputi: perawatan saluran drainase, pengaturan
pengairan, pembabatan gulma, pendangiran dan penyulaman serta melaksanakan
pemupukan baik pupuk organik maupun an-organik serta melaksanakan pengawetan
hijauan pakan ternak baik secara basah (silase) maupun secara kering (hay).
Hijauan merupakan sumber pakan utama untuk ternak
ruminansia, sehingga untuk meningkatkan produksi ternak ruminansia harus
diikuti oleh peningkatan penyediaan hijauan pakan yang cukup baik dalam jumlah
maupun kualitas. Hijauan pakan ternak
yang umum diberikan untuk ternak ruminansia adalah rumput-rumputan yang berasal
dari padang penggembalaan atau kebun rumput, tegalan, pematang serta pinggiran
jalan.
Menurut
Siregar (1994), hijauan diartikan sebagai pakan yang mengandung serat kasar,
atau bahan yang tak tercerna, relatif tinggi. Lebih
Lanjut dijelaskan bahwa ternak ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar
dalam ransumnya agar proses pencernaan berjalan secara lancar dan optimal.
Sumber utama dari serat kasar itu sendiri adalah hijauan
Sebagai pakan ternak ruminansia, hijauan pakan
mempunyai peranan yang sangat penting yaitu: 1) Mengandung hampir semua zat
yang diperlukan hewan; 2) Khususnya di Indonesia, bahan pakan hijauan
memegang peranan sangat penting, karena bahan tersebut diberikan dalam jumlah
yang besar. Masing-masing ternak ruminansia, setiap harinya membutuhan konsumsi
pokok berupa hijauan pakan ternak ± 10% dari beratnya. Dalam ransum ternak
ruminansia, rumput lebih banyak digunakan. Hal ini dikarenakan selain harganya
lebih murah juga untuk memperolehnya relatif lebih mudah. Di samping itu,
produktivitas rumput relatif lebih tinggi dan lebih tahan terhadap tekanan
defoliasi (pemotongan dan renggutan).
Beberapa faktor yang menghambat penyediaan hijauan
pakan, yakni terjadinya perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai sumber
hijauan pakan menjadi lahan pemukiman, lahan untuk tanaman pangan dan tanaman
industry (DJAJANEGARA, 1999). Dilain
pihak, menurut KASRYNO dan SYAFA'AT (2000) bahwa sumberdaya alam untuk
peternakan berupa padang penggembalaan di Indonesia mengalami penurunan sekitar
30%. Disamping itu secara umum di Indonesia ketersediaan hijauan pakan juga
dipengaruhi oleh iklim, sehingga pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan
pakan ternak dan sebaliknya di musim hujan jumlahnya melimpah.
Untuk mengatasi kekurangan rumput ataupun hijauan
pakan lainnya salah satunya adalah pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan.
Dengan demikian untuk pengembangan ternak ruminansia di suatu daerah seharusnya
dilakukan juga usaha untuk memanfaatkan limbah pertanian, mengingat sumber
penyediaan rumput dan hijauan lainnya sebagai pakan sangat terbatas. Sumber limbah pertanian diperoleh dari
komoditi tanaman pangan, dan ketersediaanya dipengaruhi oleh pola tanam dan
luas areal panen dari tanaman pangan di suatu wilayah. Jenis limbah pertanian
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan adalah jerami padi, jerami jagung,
jerami kedelai, jerami kacang tanah, pucuk ubi kayu, serta jerami ubi jalar.
Berdasarkan sumbernya hijauan dapat digolongkan
dalam 3 golongan yaitu :
1. Graminae
(rumput).
2. Leguminosae
(kacang-kacangan).
3. Sisa hasil
pertanian.
A.
Jenis Bahan Pakan Asal Hijauan
Identifikasi
genus atau species hijauan pakan menjadi semakin penting untuk dilakukan
mengingat semakin pentingnya arti hijauan pakan bagi kebutuhan ternak khususnya
ruminansia. Identifikasi hijauan pakan khususnya rumput dapat dilakukan
berdasarkan tanda-tanda atau karakteristik vegetatif.
Hijauan pakan
dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yakni jenis rumput-rumputan dan jenis
daun-daunan. Hijauan pakan rumput-rumputan dapat berupa rumput lapangan atau
rumput unggul. Hijauan pakan daun-daunan yang gizinya paling baik adalah daun
leguminosa. Jenis leguminosa umumnya memiliki kandungan protein yang lebih
tinggi dibandingkan dengan rumput-rumputan.
1. Rumput
(Gramineae)
Rumput merupakan
hijauan pakan yang memiliki ciri perakaran serabut, bentuk dan dasar sederhana,
perakaraan silindris, menyatu dengan batang, lembar daun terbentuk pada pelepah
yang muncul pada buku-buku (nodus) dan melingkari batang (Soedomo, 1985).
Rumput tergolong dalam Famili Gramineae
yaitu tanaman monokotiledon (bijinya terdiri atas satu kotiledon atau disebut
juga berkeping satu). Struktur rumput relatif sederhana, terdiri dari akar yang
bagian atasnya silindris dan langsung berhubungan dengan batang. Batangnya
berbuku, helai daunnya keluar dari pelepah daun (sheath) pada buku
batang. Malai rumput terdiri atas beberapa bunga yang nantinya menghasilkan
biji. Hampir semua rumput adalah tanaman herba (tidak berkayu) sedangkan
ukuran, bentuk dan pola tumbuhnya sangat beragam.
Asal usul rumput sebagai suatu jenis tanaman
spesifik belum diketahui dengan pasti. Sejarah mencatat bahwa rumput sudah
menjadi vegetasi di dunia sejak 20 juta tahun yang lampau. Penyebaran rumput
pada seluruh benua mengalami akselerasi pada jaman es Pleistocene sekitar satu
juta tahun yang lalu. Penyebarannya pada beragam lingkungan serta
persilangan-persilangan yang terjadi secara alamiah menyebabkan rumput-rumputan
semakin beragam. Melalui sistem klasifikasi tanaman yang dimiliki para ilmuwan
bidang sistimatika tumbuhan dapat diidentifikasi bahwa pola distribusi
rumput-rumputan mempunyai hubungan dengan distribusi iklim dunia. Pengelompokan
genus dan species secara regional dapat dilakukan. Kehadiran suatu jenis rumput
pada kawasan tertentu dianggap sebagai jenis asli kawasan itu.
Hingga saat ini dikenal tiga kawasan sebagai
asal dari jenis-jenis rumput budidaya yaitu kawasan Ero-Asia, Afrika Timur dan
Amerika Selatan. Kawasan Ero-Asia tengah dan Mediteran dikenal sebagai
asal-usul berbagai species rumput temperate (empat musim). Sedangkan
rumput-rumput tropika yang dikenal berasal dari Afrika meliputi species-species
Adropogon,
Brachiaria, Cenchrus, Chloris, Cynodon, Dichantium, Digitaria, Eragrostis,
Hyparrhenia, Melinis, Panicum, Pennisetum, Setaria, Sorghum dan Urochloa.
Sedangkan species-species yang dikenal berasal dari Amerika Selatan adalah Axonopus,
Paspalum, Tripsacum dan Zea.
Terdapat lebih dari 600 genus dan lebih dari
10.000 species rumput didunia ini namun hanya sekitar puluhan sampai ratusan
species yang dibudidayakan manusia. Diantara berbagai species itu, yang paling
populer di Indonesia adalah rumput gajah (Pennisetum
purpureum). Rumput ini memang paling menonjol dipromosikan untuk
dibudidayakan di kawasan pertanian campuran dimana lahan yang dapat
dialokasikan untuk menanam rumput relatif sempit. Pada satu unit lahan maka rumput gajah memberikan
biomasa yang besar dibandingkan jenis rumput lain. Hal itu dikarenakan rumput
itu tumbuh tegak dan tinggi, mencapai 1,5 meter, sehingga jumlah biomasa per
unit tanamannya lebih tinggi daripada jenis-jenis rumput yang tumbuh pendek. Akar utama rumput
terbentuk sesudah perkecambahan dan selama pertumbuhan tanaman muda (seedling).
Akar sekunder berbentuk padat di bawah permukaan tanah dekat dengan batang
dasar (Reksohadiprodjo, 1985).
Rumput dibedakan
menjadi dua golongan yaitu rumput potong dan rumput gembala (Soegiri et. al,
1982). Syarat rumput potong adalah produksi per satuan luas cukup tinggi,
tumbuh tinggi secara vertikal, banyak anakan dan responsif terhadap pemupukan,
contohnya adalah Pennisetum purpureum, Panicum maximum, Euchlaena mexicana, Setaria
sphacelata, Panicum coloratum, Sudan grass. Syarat rumput gembala
adalah pendek atau menjalar (stolon), tahan renggut dan injak, perakarannya
kuat dan dalam, serta tahan kekeringan. Contohnya adalah Brachiaria brizantha, Brachiaria
ruziziensis, Brachiaria mutica, Paspalum dilatatum, Digitaria decumbens,
Chloris gayana (Susetyo, 1985).
1.1 Sebagai Bahan Pangan
Kehadiran
rumput didunia tidak hanya bermanfaat untuk kehidupan ruminansia. Interaksi
rumput dengan manusia secara langsung telah menjadikan rumput sebagai bagian
dari budaya pangan manusia. Dahulu kala, diperkirakan sebelum 13.000 tahun yang
silam, manusia masih hidup secara nomadik. Migrasi yang dilakukan manusia dari
satu lokasi ke lokasi lain juga disertai dengan proses mengumpulkan biji dari
beragam jenis tanaman untuk dibawa sebagai persediaan pangan. Sebagian besar
biji tanaman yang dikumpulkan itu berasal dari rumput-rumputan (Crowder dan
Chheda, 1992). Beberapa jenis tanaman itu mengalami perkawinan silang pada
lingkungan barunya sehingga menambah keragaman jenis tanaman penghasil pangan.
Dalam perkembangan budaya manusia, sekitar 11.000 tahun yang silam, seleksi
mulai dilakukan terhadap jenis-jenis tanaman yang paling disukai manusia untuk
dikembangkan demi mengamankan ketersediaan pangan mereka. Proses ini
menghasilkan jenis-jenis tanaman pangan seperti sorgum (Sorghum), bulrush
millet (Pennisetum americanum), finger millet (Eleusine coracana),
teff (Eragrostis abyssinia) di Afrika; padi (Oryza sativa) di
Asia; gandum (Triticum spp), rye (Secale cereale) dan barley (Hordeum
spp) di Euro-Asia serta jagung (Zea mays) di Amerika.
Budidaya
jenis-jenis rumput sebagai tanaman pangan mulanya dilakukan dengan pola
berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lain sehingga budidaya dapat selalu
dilakukan pada lahan yang subur (slash and burn agriculture). Hal ini,
kecuali dapat menjamin produksi butiran untuk pangan juga memfasilitasi
penyebaran dan kehadiran jenis-jenis rumput lain. Karena, setelah biji tanaman
pangan dipanen untuk pangan kemudian lahan tempat tumbuhnya ditinggalkan untuk
berpindah ke lahan lain maka lahan yang ditinggalkan secara alamiah akan
ditumbuhi rumput-rumputan semusim, diikuti rumput-rumputan tahunan dan kemudian
tanaman-tanaman berkayu. Rumput-rumputan ini menjadi sumber pakan alamiah untuk
ruminansia.
Setelah
melewati masa pola kehidupan mengumpulkan dan berburu (hunting and gathering)
untuk menjamin keamanan pangan kemudian pada periode antara 11.000 sampai
10.000 tahun yang lalu, pola hidup manusia yang nomadik mulai berubah menjadi
semi-menetap (Reed, 1969; Flannery, 1969).
Pola
hidup semi-menetap atau menetap itu menuntut penangkaran dan budidaya tanaman
pangan. Hewan herbivora yang mulanya merumput bebas pada padang rumput alam
yang terbentuk akibat perladangan berpindah juga harus ditangkar agar dapat
dipelihara ditempat tertentu sehingga tidak mengganggu/ memakan tanaman pangan
yang sedang tumbuh pada lahan pertanian sampai bijinya dapat dipanen. Dengan
demikian, proses penangkaran hewan diperkirakan juga berlangsung pada kurun
waktu dimana orang mulai melakukan budidaya tanaman pangan secara semi-menetap
atau menetap. Selama proses penangkaran, hewan herbivora dipelihara dengan
diberi pakan rumput-rumputan, daun-daunan tanaman semak atau pohon-pohonan serta
daun dan batang limbah tanaman pertanian. Bahan-bahan dengan ligno-selulosa
tinggi ini tidak bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia dan justru ternak
herbivora dapat mengubahnya menjadi bahan-bahan yang dibutuhkan manusia seperti
susu, daging, kulit dan wool.
1.2. Sebagai Bahan
Pakan
Telah
disingung pada berbagai sub-bab diatas tentang adanya interaksi antara rumput,
padang rumput dan ruminansia sejak masa silam hingga saat ini. Padang rumput
alam di Eropa, Asia, Amerika dan Australia secara tradisional telah menjadi
sumber pakan ruminansia yang merumput di padang itu. Investor yang berupaya
mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan padang rumput alam untuk memproduksi
daging atau susu melakukan investasi memperbaiki produktivitas padang rumput
alam. Hal ini difasilitasi pula oleh riset yang memungkinkan efisiensi
tatalaksana pemanfaatan padang rumput serta seleksi jenis-jenis rumput yang
sesuai untuk dibudidayakan dalam rangka peningkatan produktivitas. Sejalan
dengan hal ini berbagai jenis rumput telah terseleksi dari kawasan Ero-Asia,
Afrika dan Amerika Selatan untuk
dibudidayakan secara khusus dalam rangka menunjang peningkatan produksi ternak
ruminansia.
Tidak
banyak dari belasan atau puluhan ribu species rumput yang kemudian terpilih
menjadi jenis-jenis rumput budidaya. Untuk tujuan memperbaiki padang rumput
alam, membangun pastura ataupun untuk keperluan pemuliaan hijauan pakan ternak
terdapat karakteristik yang diharapkan dari jenis-jenis rumput ataupun
leguminosa yang akan diseleksi. Karakteristik harapan itu dapat bersifat umum
atau spesifik. Adapun karakter harapan yang spesifik itu bergantung pada
situasi kondisi tertentu dimana rumput atau leguminosa terseleksi akan
dimanfaatkan. Sedangkan karakter yang secara umum diharapkan dari rumput atau
leguminosa adalah mampu berproduksi tinggi dengan kualitas baik, persisten,
mampu ber-asosiasi dengan jenis-jenis hijauan lain serta mudah untuk
dikembangbiakkan. Karakteristik tersebut pada akhirnya harus dapat memberikan
produksi ternak yang tinggi. Adapun diskripsi dari masing-masing karakter itu
adalah:
©
Kemampuan Produksi dan Kualitas Tinggi. Artinya, bahwa hijauan
mampu menghasilkan bahan kering yang tinggi, toleran terhadap cekaman air,
temperatur tinggi ataupun rendah, mempunyai tingkat kecernakan dan
palatabilitas tinggi sehingga dapat dikonsumsi ternak dalam jumlah tinggi pula.
©
Persisten. Berbeda dengan tanaman pangan maka hijauan pakan
ternak, rumput atau leguminosa, diharapkan untuk lebih permanen pada pastura.
Untuk itu maka mereka diharapkan untuk tahan terhadap pemotongan normal ataupun
penggembalaan, mampu menghasilkan biji, tahan kekeringan, temperatur ekstrim
dan api serta tahan terhadap penyakit dan serangan hama
©
Mampu berasosiasi dengan species lain. Berbagai pastura
seringkali dibangun dengan mencampur rumput dan leguminosa dengan tujuan
menyediakan hijauan berkualitas tinggi secara kontinyu, menyediakan ransum
seimbang dalam hal protein, energi dan mineral serta menekan kebutuhan pupuk
nitrogen dengan memanfaatkan transfer nitrogen dari leguminosa pada rerumputan.
Terkait dengan hal ini, beberapa faktor yang relevan dengan kemampuan
ber-asosiasi yang perlu diperhatikan adalah sifat tumbuh tanaman (membelit,
merayap atau vertikal), kemampuan berkompetisi atas unsur hara ataupun sinar
matahari, mempunyai palatabilitas baik dan mempunyai respon yang positip
terhadap pemotongan
©
Mudah dikembangbiakkan. Meskipun diketahui berbagai jenis
rerumputan ataupun leguminosa dapat dikembangbiakkan dengan stek ataupun
sobekan rumpun (secara vegetatip) tetapi kemampuannya untuk menghasilkan biji
perlu mendapatkan perhatian. Hal tersebut untuk memastikan adanya regenerasi
tanaman seandainya terjadi keadaan alamiah yang tidak diharapkan seperti musim
kering yang panjang dan memungkinkan pembuatan padang rumput baru melalui cara
generatip. Apabila kemampuan hijauan pakan ternak menghasilkan biji adalah
buruk maka kemungkinan akan menimbulkan beberapa masalah seperti mahalnya harga
biji tanaman itu dan kegiatan seleksi serta pemuliaan dapat terhambat karena
biji yang tersedia untuk evaluasi hanya sedikit.
Untuk setiap kawasan
selalu dijumpai jenis-jenis rumput yang dapat beradaptasi dengan kondisi
setempat. Beberapa jenis rumput budidaya yang sesuai untuk kawasan dengan iklim
tropika basah adalah Brachiaria
mutica, Cynodon dactylon, Digitaria decumbens, Melinis minutiflora, Pennistem
clandestinum, Pennisetum purpureum, Paspalum dilatatum, Paspalum plicatulum
dan Setaria anceps. Adapun untuk kawasan tropika kering maka terdapat
jenis-jenis rumput budidaya seperti Cenchrus ciliaris, Chloris gayana,
Panicum coloratum, Panicum maximum, Panicum antidotale.
1.3
Jenis-jenis Rumput
a. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
Rumput gajah berasal dari Afrika daerah tropik,
perennial, dapat tumbuh setinggi 3 sampai 4,5 m, bila dibiarkan tumbuh bebas,
dapat setinggi 7 m, akar dapat sedalam 4,5 m. Berkembang dengan rhizoma yang
dapat sepanjang 1 m. Panjang daun 16 sampai 90 cm dan lebar 8 sampai 35 mm
(Sutopo, 1988). Rumput gajah mempunyai perakaran dalam dan menyebar sehingga
mampu menahan erosi serta dapat juga berfungsi untuk menutup permukaan tanah
(Soegiri et. al, 1982).
Rumput gajah adalah tanaman tahunan, tumbuh tegak, mempunyai perakaran dalam
dan berkembang dengan rhizoma untuk membentuk rumpun (Soedomo, 1985). Adaptasi
rumput ini toleran terhadap berbagai jenis tanah, tidak tahan genangan, tetapi
responsif terhadap irigasi, suka tanah lempung yang subur, tumbuh dari dataran
rendah sampai pegunungan, tahan terhadap lindungan sedang dan berada pada curah
hujan cukup, sekitar 1000 mm/tahun atau lebih. Kultur teknis rumput ini adalah
bahan tanam berupa pols dan stek, interval pemotongan 40 – 60 hari, responsif
terhadap pupuk nitrogen, campuran dengan legum seperti Centro dan Kudzu,
produksinya 100 – 200 ton/ha/th (segar), 15 ton/ha/th (BK), renovasi 4 – 8
tahun (Reksohadiprodjo, 1985). Rumput Gajah toleran terhadap berbagai jenis
tanah, tidak tahan genangan, tetapi respon terhadap irigasi, suka tanah lempung
yang subur, tumbuh dari dataran rendah sampai pegunungan, tahan terhadap
lingkungan sedang dengan curah hujan cukup, 1000 mm/th atau lebih (Susetyo,
1985).
b.
Rumput Raja (Pennisetum
purpupoides)
Rumput raja pertama kali dihasilkan
di Afrika Selatan, termasuk dalam famili Graminae, sub famili Poanicoidea dan
tribus Paniceae. Rumput raja termasuk tanaman perennial, beradaptasi dengan
baik di daerah tropis, tanah tidak terlalu lembab dengan drainase yang baik
(Widjajanto, 1992). Rumput raja tumbuh tegak membentuk rumpun, tumbuh dengan
baik di dataran rendah sampai tinggi dengan curah hujan sekitar 1000 – 1500
mm/th, tidak tahan naungan dan genangan air, hidup pada tanah dengan pH sekitar
5. Tanaman ini tidak dapat diperbanyak dengan menggunakan stek dengan panjang
sekitar 25 – 30 cm atau 2 ruas (Reksohadiprodjo, 1985).
Rumput Raja mempunyai ciri-ciri
antara lain: tumbuh berumpun – rumpun, batang tebal, keras, helaian daun
panjang dan ada bulu serta permukaan daunnya luas. Produksi rumput Raja segar
dapat mencapai 40 ton /hektar sekali panen atau antara 200 – 250
ton/hektar/tahun (Rukmana, 2005). Tanaman rumput raja dapat dikombinasikan
dengan tanaman legum agar karakternya lebih meningkat. Rumput raja berfungsi
mencegah kerusakan tanah akibat erosi yang melanda permukaan tanah akibat
sapuan air pada musim penghujan (Syarief, 1986). Bahan tanaman rumput raja ada
dua macam yaitu dengan stek dan robekan rumpun yang dapat tumbuh pada tempat
sampai ketinggian 1500 meter dari permukaan air laut (Sukamto, 2006).
c.
Rumput Setaria (Setaria
sphacelata)
Rumput setaria dikenal dengan sebutan
rumput Goden Timothy atau Setaria sphacelata, berasal dari Afrika tropik dan
memilki siklus hidup parenial. Rumput setaria merupakan tanaman yang dapat
membentuk rumpun yang lebat, kuat, dengan atau tanpa stolon dan rhizoma
(Reksohadiprodjo, 1985). Rumput Setaria daunnya lebar dan agak berbulu pada
permukaan atasnya. Pangkal batangnya berwarna cokelat keemasan. Setaria sphacelata
biasanya dikembangbiakkan dengan pols (Soegiri et. al, 1982).
Rumput ini ketika dewasa dapat
mencapai ketingian 180 cm, tahan kering dan genangan, hidup pada ketinggian
1000 kaki, dan pada curah hujan 25 inchi pertahunnya (Reksohadiprodjo, 1985). Rumput
setaria yang dipotong pada umur 43 – 56 hari mempunyai kandungan bahan kering,
lemak kasar, serat kasar, BETN, protein kasar, dan abu masing-masing sebesar
20,0%; 2,5%; 31,7%; 45,2%; 9,5%; dan 2,2 %. Pada kondisi optimum, Setaria
memiliki kandungan protein kasar lebih dari 18 % dan serat kasar 25 % (Soedomo,
1985). Rumput setaria tumbuh baik pada curah hujan 750 mm/th atau lebih,
toleran terhadap berbagai jenis tanah tetapi lebih suka pada tanah tekstur
sedang, tahan genangan dan kering apabila lapisan olah dalam. Kultur teknisnya
adalah bahan tanam berbentuk pols, biji (2 – 5 kg/ha), jarak tanam 70 x 90 cm,
responsif terhadap pupuk nitrogen, pemotongan 35 – 40 hari (musim hujan) dan 60
hari (musim kemarau) (Reksohadiprodjo, 1985).
d. Rumput Benggala (Panicum maximum)
Panicum maximum atau rumput Benggala
atau disebut juga Guinea grass berasal dari Afrika tropik dan sub tropik.
Rumput jenis ini dapat berfungsi sebagai penutup tanah, penggembalaan, ataupun
diolah dalam bentuk hay dan silase (Reksohadiprodjo, 1985). Ciri tanaman ini
adalah tumbuh tegak membentuk rumpun, tinggi dapat mencapai 1 – 1,8 m, daun
lebih halus daripada rumput gajah, buku dan lidah daun berbuku, banyak
membentuk anakan, bunga tersusun dalam malai dan berwarna hijau atau
kekuningan, serta akar serabut dalam (Setyati,1980).
Sifat hidup dari Panicum maximum
adalah perennial, tumbuh baik pada daerah dataran rendah sampai 1959 dari
permukaan laut, curah hujan yang sesuai untuk rumput jenis ini adalah 1000 –
2000 mm/thn, rumput jenis ini tahan kering tetapi tumbuh baik jika cukup air
walaupun tidak tahan genangan (Setyati, 1980).
Panicum maximum juga tahan naungan, responsif
terhadap pupuk nitrogen, dan juga tahan penggembalaan sehingga dapat dijadikan
rumput potong ataupun pastura Pengelolaan tanaman ini dapat dilakukan dengan
budidaya total, untuk perbanyakan tanaman ini dapat menggunakan biji 4 – 12
kg/ha atau dengan menggunakan sobekan rumput, jarak tanam yang sesuai adalah 60
x 60 cm (Soegiri et. al, 1982). Panicum maximum dapat ditanam bersama
leguminosa Centrosema dengan perbandingan 4 – 6 kg Panicum per ha dan 2 – 3 kg
Centro per ha atau dalam baris-baris berseling Pemotongan dapat dilakukan 40 –
60 hari sekali atau dengan kata lain pemotongan pertama dapat dilakukan 2 – 3
bulan. Pembongkaran kembali dapat dilakukan setelah 5 – 7 tahun
(Widjajanto,1992). Panicum maximum mampu menghasilkan produksi biji 75 – 300
kg/ha dan menghasilkan produksi hijauan sebanyak 100 – 150 ton bahan kering per
ha per tahun.
2.
Legum
(Leguminoceae)
Leguminosa adalah tanaman dikotilledon
(bijinya terdiri dari dua kotiledon atau disebut juga berkeping dua). Famili
tanaman leguminosa terbagi atas tiga sub-famili yaitu Mimosaceae,
Caesalpinaceae dan Papilionaceae. Mimosaceae adalah tanaman perdu
berkayu dengan bunga biasa sedangkan Caesalpinaceae mempunyai bunga irregular.
Adapun Papilionaceae adalah tanaman semak berkayu dengan bunga
papilionate atau berbentuk seperti kupu. Antar jenis leguminosa terdapat
perbedaan morfologi. Umumnya, sistem perakaran leguminosa terdiri atas akar
primer yang aktif dan mempunyai cabang-cabang sebagai akar sekunder. Akar
primer (tap root) tumbuh jauh kedalam tanah. Sistem perakaran itu
umumnya terinfeksi oleh bakteri dari species Rhizobium sehingga terbentuk
bintil-bintil atu nodul-nodul akar. Antara bakteri dan tanaman leguminosa
terjadi simbiose mutualistik. Untuk pertumbuhannya, bakteri menggunakan
Nitrogen yang diserap dari udara dan kemudian populasi bakteri yang mati
menjadi sumber Nitrogen untuk pertumbuhan tanaman leguminosa.
Famili legume dibagi menjadi 3 group sub famili,
yaitu: mimisaceae, tanaman kayu dan herba dengan bunga “regular”, caesalpinaceae,
tanaman dengan bunga “irregular” dan papilonaceae, tanaman kayu dan
herba ciri khas berbentuk bunga kupu-kupu (Susetyo, 1980). Hijauan pakan jenis
leguminose (polong-polongan) memiliki sifat yang berbeda dengan
rumput-rumputan, jenis legume umumnya kaya akan protein, Ca dan P. Leguminose
memiliki bintil-bintil akar yang berfungsi dalam pensuplai nitrogen, dimana di
dalam bintil-bintil akar inilah bakteri bertempat tinggal dan berkembang biak
serta melakukan kegiatan fiksasi nitrogen bebas dari udara. Itulah sebabnya
penanaman campuran merupakan sumber protein dan mineral yang berkadar tinggi
bagi ternak, disamping memeperbaiki kesuburan tanah (AAK, 1983).
Kebanyakan tanaman pakan dan tanaman ekonomi
penting termasuk dalam papiloneceae group. Legume ada
yang mempunyai siklus hidup secara annual, biennial atau perennial (Soegiri et
al., 1982). Leguminosa
memegang peranan penting sebagai hijauan pakan ternak dan rumput-rumputan untuk
ternak herbivora (Lubis, 1992). Dijelaskan lebih lanjut bahwa leguminosa
mempunyai sifat-sifat yang baik sebagai bahan pakan dan mempunyai kandungan
protein dan mineral yang tinggi. Tanaman leguminosa meskipun mempunyai
kandungan nutrisi cukup tinggi tetapi hanya dapat digunakan sebagai campuran
pakan hijauan paling banyak 50% dari total hijauan yang diberikan (Susetyo,
1980). Hal ini disebabkan karena dalam leguminosa terdapat zat anti nutrisi
seperti mimosin, anti tripsin, dan juga mempunyai banyak bulu sehingga
palatabilitasnya rendah.
Lebih
jelasnya berikut sistematika Taxonomi dari legum :
Sistematika Taxonomi
|
Golongan
|
Phylum
|
Spermatophyta
|
Sub phylum
|
Angiospermae
|
Class
|
Dicotyl
|
Ordo
|
Rosales
|
Family
|
Leguminoceae
|
Sub Family
|
Papillionaceae
|
Genus
|
Centrosema,
Peuroria,Calopogonium
|
Spesies
|
Pubescens,
Phaseloides, Mucunoides
|
Sama seperti rumput, asal-usul leguminisa
tidak diketahui dengan pasti. Fosil tertua menunjukkan bahwa leguminosa,
bersama rumput, hadir didunia sejak lebih dari seratus tiga puluh juta tahun
yang lalu, pada era mesozoic periode cretaceous pada jaman neocomian. Bentuk
dasar leguminosa yang ada saat itu seperti pohon-pohon tropika. Kemudian,
interaksinya dengan dengan mamalia primitif pada era itu (seperti Dinosaurus)
yang bersifat browser (meramban daun pepohonan) serta injakan mamalia
besar itu membuat pohon leguminosa mengalami penurunan populasi dan evolusi.
Struktur tanaman ini mengalami modifikasi menjadi tanaman semak, tanaman
pemanjat berkayu, tanaman musiman dan akhirnya menjadi tanaman tahunan (Semple,
1970). Tanaman leguminosa ini tersebar diseluruh benua namun tidak pernah
menjadi tanaman yang dominan pada suatu kawasan seperti layaknya rumput.
Apabila rumput secara alamiah dapat menjadi tanaman dominan pada suatu kawasan
sehingga membentuk padang rumput (grassland) tetapi, tidak ada suatu kawasan
didunia yang dapat disebut sebagai padang leguminosa (legumelands). Mungkin
karena ada tenggang waktu yang lama (sekitar 110 juta tahun) sejak hadirnya
rumput di dunia (yaitu sekitar 130 juta yang silam) dan baru digunakan oleh
ruminansia pada jaman Miocene, sekitar 20 juta tahun yang lalu (Stewart,
1956). Tenggang waktu itu memungkinkan rumput tumbuh baik dan menyebar disemua
bagian dunia. Sabana di Afrika saat ini, misalnya, ditumbuhi rumput secara
lebih merata walaupun pada sabana itu terdapat juga pohon dan semak leguminosa.
Umumnya jumlah leguminosa di padang rumput tidak lebih dari 10 persen dari
jenis-jenis tanaman di padang itu.
Seperti halnya rumput, melalui proses seleksi
yang dilakukan manusia terhadap biji-bijian sejak budaya hidup masih secara
nomadik hingga menetap maka sebagian jenis-jenis leguminosa berkembang menjadi
bahan pangan. Jenis-jenis leguminosa pangan yang kita kenal saat ini adalah
seperti Glycine max, Arachis hypogea, Vigna sinensis.
Peran penting dari leguminosa tropika sebagai
hijauan pakan untuk pastura maupun pakan ternak ruminansia baru mendapatkan
perhatian sejak tiga dekade yang lalu. Sebelum kurun waktu itu, ilmuwan lebih
memperhatikan jenis-jenis leguminosa temperate seperti species-species dari
genus Medicago, Trifolium, Vicia dan Melilotus. Melalui riset maka dari benua
Afrika mulai dikenal manfaat jenis-jenis leguminosa tropika seperti dari genus
Glycine, Vigna, Indigofera, Dolichos dan Alysicarpus. Sedangkan dari kawasan
Amerika tropis dikenal jenis-jenis leguminosa pakan ternak seperti dari genus
Calopogonium, Centrosema, Desmodium, Leucaena, Phaseolus, Stylosanthes dan
Teramnus.
Pada masa silam, sejak jaman kekaisaran
romawi, tanaman pohon atau perdu telah dimanfaatkan manusia sebagai pakan
ternak dengan cara dipotong dan daunnya diberikan kepada ternak atau ternak
dibiarkan meramban. Namun, manfaat penting tanaman berkayu itu sebagai pakan
ternak hanya diketahui kemudian (Baumer, 1992). Sebagai misal, perdu leguminosa
Gliricidia maculata dan Gliricidia sepium telah di-introduksi ke
Afrika pada akhir abad kedelapan belas sebagai tanaman naungan untuk perkebunan
tanaman teh, kopi dan cokelat. Namun manfaat penting kedua jenis leguminosa itu
sebagai pakan hanya dikenal sejak beberapa dekade yang lalu setelah diketahui
bahwa daunnya mengandung 20-30% protein kasar, 14% serat kasar dengan kecernaan
antara 50 sampai 70%.
2.1
Jenis – jenis Leguminosa
2.1.1. Sentro (Centrosema pubescens)
Centrosema pubescens berasal dari
Amerika selatan tropis dan memiliki fungsi sebagai tanaman penutup tanah,
tanaman sela, dan pencegah erosi. Legum Centrosema pubescens termasuk sub
familia Papiloniceae dari famili Leguminoceae (Soedomo, 1985). Batang Centro
panjang dan sering berakar pada bukunya, tiap tangkai berdaun tiga lembar,
berbentuk elips dengan ujung tajam dan bulu halus pada kedua permukaannya. Bunga
berbentuk tandan berwarna ungu muda bertipe kacang ercis dan kapri. Polong
berwarna coklat gelap, panjang 12 cm, sempit dengan ujung tajam terdiri dari 20
biji (Widjajanto, 1992). Centrosema pubescens tumbuh dengan membelit pada
tanaman lain atau menjalar di pagar dan juga menjalar bersama–sama dengan
rumput menutupi permukaan tanah. Batang panjang, sering berakar pada bukunya,
daun dengan tiga anak daun yang berbentuk telur dengan ujung tajam, berambut,
panjangnya 5 – 12 cm dan lebar 3 – 10 cm (Susetyo, 1985).
2.1.2. Kalopo (Calopogonium mucunoides)
Calopogonium muconoides berasal dari
Amerika Selatan Tropik bersifat perennial, merambat membelit dan hidup di
daerah – daerah yang tinggi kelembabannya (Reksohadiprodjo, 1985). Pertumbuhan
kalopo menjalar, merambat, tidak tahan terhadap penggembalaan, tidak tahan
naungan yang lebat akan tetapi dapat tumbuh dengan baik didaerah yang lembab
(Sukamto, 2006).
Kalopo memiliki batang lunak
ditumbuhi bulu-bulu panjang berwarna cokelat dan daunnya ditutupi oleh bulu
halus berwarna cokelat keemasan, sehingga kurang disukai oleh ternak (Soegiri
et. al ,1982). Kalopo biasa dikembangbiakkan dengan dengan biji dan mampu
tumbuh baik pada tanah sedang sampai berat pada ketinggian 200 – 1000 m diatas
permukan laut dan membutuhkan curah hujan tahunan sebesar 1270 mm
(Reksohadiprodjo, 1985).
2.1.3. Gamal
(Gliricidia sepium)
Gamal adalah sejenis legum yang
mempunyai ciri-ciri tanaman berbentuk pohon, warna batang putih kecoklatan,
perakaran kuat dan dalam (Syarief, 1986). Gamal merupakan leguminosa berumur
panjang, tanaman ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan dengan
temperatur suhu antara 20 – 30 oC dengan ketinggian tempat antara 750 – 1200 m.
Tanaman ini mampu hidup di daerah kering dengan curah hujan 750 mm/thn dan
tahan terhadap genangan. Perkembangan tanaman ini dengan stek, dengan banyak
cabang dan responsif terhadap pupuk N (Soedomo, 1985).
Penanaman gamal yang harus
diperhatikan yaitu jarak tanaman dibuat 2 – 2,5 m antar baris. Tanaman gamal
tinggi menjulang dengan batang lurus panjang. Kulit batangnya mudah sekali
lecet atau terkelupas. Bunga gamal tersusun dalam rangkaian dengan warna merah
muda keputihan. (Reksohadiprodjo, 1985). Komposisi nutrisi daun gamal terdiri
atas bahan kering 23%; protein kasar 25,2%; lemak 4,9%; BETN 55,5% (Rukmana,
2005).
Fungsi
tanaman: tanaman pelindung,pagar,makanan ternak,dan penahan erosi.Dapat
diperbayak dengan menggunakan stek ataupun biji. Gamal ditanam sebagai penahan
angin, bank protein, pakan ternak dan pagar hidup. Tanaman yang diperbanyak
dengan setek sudah dapat dipanen perdana pada usia di bawah 1 tahun. Biasanya
8-10 bulan. Sedangkan pada tanaman biji, hasil biomasa baru dapat diperoleh
pada usia sekira 2 tahun.Penanaman setek lebih baik berasal dari batang bawah
tanaman yang cukup usia (diatas 2 tahun), diameter batang cukup besar (diatas
4cm) dengan panjang setek bervariasi mulai dari 40cm sampai 1.5m. Jarak tanam
juga bervariasi, antara 40 -50cm sampai dengan 1.5 – 5m tergantung kebutuhan.
Gamal mengandung nilai gizi yang tinggi. Protein kasar
berada diantara 18-30% dan nilai ketercernaan 50-65% (lihat tabel 1).
Tabel 1. Persentasi dari Bahan Kering Gamal (Animal Feed Resources
Information system,FAO.)
Hijauan
|
BK(%)
CP(%
|
PK(%)
CP(%
|
SK(%)
CP(%
|
Abu
CP(%
|
Ca
CP(%
|
P
CP(%
|
Gamal
|
29,1
|
23
|
20,7
|
20,7
|
76,000
|
76,000
|
Keterangan
BK= Berat Kering
PK= Protein Kasar
SK=Serat Kasar
CP=Ketercenaan
Walaupun sangat bermanfaat bagi ternak, tingkat racun
dalam Gamal juga sudah dikenal sejak lama. Sekurang-kurangnya ada beberapa
jenis komponen racun dalam Gamal,diantaranya dicoumerol, suatu senyawa yang
mengikat vitamin K dan dapat mengganggu serta menggumpalkan darah. Dicoumerol
diperkirakan merupakan hasil konversi dari coumarin yang disebabkan oleh
bakteri ketika terjadi fermentasi.Zat lain yang perlu diperhatikan adalah
Nitrat (NO3). Sebetulnya nitrat itu sendiri tidak beracun terhadap ternak, tapi
pada jumlah yang banyak dapat menyebabkan penyakit yang disebut keracunan
nitrat (nitrate poisoning). Nitrate yang secara alamiah terdapat pada tanaman
di rubah menjadi nitrit oleh proses pencernaan, pada gilirannya nitrit
dikonversi menjadi amonia. Amonia kemudian di konversi lagi menjadi protein
oleh bakteri dalam rumen. Apabila ternak sapi mengkonsumsi banyak hijauan yang
mengandung nitrat dalam jumlah besar, nitrit akan terakumulasi di dalam rumen.
Nitrit sekurangnya 10 kali lebih beracun terhadap ternak sapi dibandingkan
nitrat. Nitrit diserap kedalam sel darah merah dan bersaru dengan molekul
pengangkut oksigen, hemoglobin sehingga membentuk methemoglobin.
Sayangnya, methemoglobin tidak dapat membawa oksigen
dengan efisien seperti hemoglobin, akibatnya detak jantung dan pernafasan
ternak meningkat, darah dan lapisan kulit berubah warna menjadi biru kecoklat
coklatan, otot gemetar, sempoyongan dan bila tidak segera ditangani dapat mati
lemas.Selain itu, dalam Gamal juga terdapat molekul alkaloid yang belum dapat
diidentifikasi dan senyawa pengikat protein yang juga tergolong zat anti
nutrisi, tannin walaupun dalam konsentrasi yang cukup rendah dibandingkan
Kaliandra (Calliandra calothrysus).
2.1.4 .Kaliandra (Calliandra calothrysus)
Tinggi tanaman
(pohon) kaliandra dapat mencapai 8 m. tanaman kaliandra dapat tumbuh di dataran
rendah hingga ketinggian 1500 m dpl, toleran terhadap tanah yang kurang subur,
dapat tumbuh cepat dan berbintil akar sehingga mampu menahan erosi tanah dan
air.
Manfaat kaliandra pada makanan ternak adalah sebagai bank protein. Penanaman
kaliandra pada tanah-tanah yang kurang produktif dapat menekan pertumbuhan
gulma. Selain itu tanaman ini dapat digunakan sebagai tanaman penahan erosi dan
penyubur tanah.
Daun kaliandra mudah dikeringkan dan dapat dibuat sebagai tepung makanan ternak
kambing.
Tabel 2. Komposisi
Kandungan Kaliandra
Hijauan
|
PK (%)
|
EK(kkal/
|
SDN (%)
|
Lignin (%)
|
Abu (%)
|
Ca (%)
|
Protein (%)
|
Kaliandra
|
22,4
|
46,30
|
24,0
|
19,95
|
7,5
|
1,6
|
0,2
|
2.1.5. Turi ( Sesbania grandiflor)
Berasal dari daerah srilangka.Tumbuh pada dataran rendah
sampai dataran tinggi (1.200m), dengan curah hujan 2.000 mm/tahun.Termasuk
sejenis tanaman semak.Di Indonesia banyak ditanam di pematang sawah.
Sifat khusus dari tanaman turi adalah pertumbuhannya yang begitu cepat, tinggi
tanaman bisa mencapai 10 meter, dan bunga besar berbentuk seperti kupu-kupu
berwarna merah muda,putih atau ungu. Berdaun keci-kecil dan bulat,buahnya
berbentuk polong yng panjang.Turi dapat beradaptasi pada tanah asam yang tidak
subur,tanah kapur, kadang-kadang juga tumbuh subur pada tanah yang tergenang
air. Digunakan
sebagai makanan ternak karena :
·
Merupakan sumber vitamin,terutama pro
vitamin A,Vitamin B,C,E.
·
sumber mineral,terutama Ca,dan P.
Daun turi merupakan hijauan makanan ternak yang
potensial. Komposisi zat gizi daun turi terdiri atas:
Tabel
3. Kompossi Zat Gizi Daun Turi
Hijauan
|
PK (%)
|
EK(kkal/g)
|
SDN (%)
|
Lignin (%)
|
Abu (%)
|
Ca (%)
|
Protein (%)
|
Turi
|
27,3
|
4.825
|
24,4
|
2,7
|
7,5
|
1,5
|
0,4
|
Seluruh
masyarakat Timor pasti mengenal Turi/kane/gala-gala. Turi merupakan pohon
serbaguna sebagai makanan hewan, sayuran konsumsi manusia, untuk kayu bakar dan
batangnya sebagai material konstruksi ringan serta sangat baik untuk meningkat
kesuburan lahan. Turi bisa diandalkan sebagai makanan pokok Sapi. Sayangnya
tumbuhan ini walau tahan terhadap kekeringan, tapi tidak tahan terhadap api dan
gulma/tanaman penganggu.
2.1.5 Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala)
Leucaena leucocephala atau lamtoro merupakan
leguminosa yang berasal dari Amerika tengah, Amerika selatan dan Kepulauan
Pasifik. Tanaman ini tumbuh tegak, berupa pohon dan tidak berduri (Sutopo,
1988). Lamtoro dapat tumbuh pada daerah dataran rendah sampai dengan 500 m di
atas permukaan air laut dengan curah hujan lebih dari 760 mm/th (Soedomo,
1985). Lamtoro dapat tumbuh baik pada tanah dengan tekstur berat dengan
drainase yang baik dan sangat responsif terhadap Ca dan P pada tanah masam
(Susetyo, 1985)
Berasal dari amerika tengah dan selatan.Tumbuh
pada ketinggian 0-1200 m dpl,dengan struktur tanah sedang sampai berat,dan
dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur.Curah hujan 700-1.650
mm/tahun,temperature 20-30oc. Tanaman ini
berbentuk pohon yang bisa mencapai ketinggian 10 m dan memiliki akar yang cukup
dalam.Daunnya kecil-kecil,bentuknya lonjong,bunganya bertangkai.
Tanaman ini
toleran terhadap hujan,angin,kekeringan,serta tanah-tanah yang kurang subur.
Lamtoro lebih sesuai pada tanah yang tidak masam (pH
5,5-7,5) dan kurang baik tumbuhnya apabila tanah masam (pH 4-5,5). Gliricidia
mempunyai daya toleransi yang lebih tinggi terhadap kemasaman tanah, tahan
pangkasan dan cepat kembali bertunas sesudah pemangkasan. Kaliandra mempunyai
daya adaptasi yang cukup luas tetapi kalah populer dibandingkan dengan
gliricidia. Lamtoro dapat digunakan sebagai tanaman
makanan ternak, tanaman pelindung, mempertahankan kesuburan tanah dan mencegah
erosi.Jarak tanam:180-240 cm.pemotongan pertama dapat dilakukan pada waktu
tanam berumur 6 – 9 bulan kemudian pemotongan dapat diulangi 4 bulan sekali.
Original text
Contribute a better translation
Bahan tanam dari lamtoro adalah
berupa biji dan stek. Lamtoro dapat dipotong pertama kali setelah mencapai
tinggi 0,6 – 0,9 m yaitu sekitar umur 4 – 6 bulan, dengan interval pemotongan 2
– 3 bulan (Soegiri et. al, 1982). Tanaman lamtoro dapat di tanam bersama dengan
rumput Guinea. Daun muda lamtoro terdapat racun mimosin (Sutopo, 1988). Lamtoro
berakar dalam, mempunyai ketinggian antara 6,5 sampai 33 ft. Daun – daunnya
berkurang, berbunga dengan bentuk bola berwarna putih kekuning-kuningan atau
merah muda. Lamtoro dapat ditanam untuk makanan ternak, pemotongan pertama
dapat dilakukan 6 – 9 bulan sesudah penyebaran bijinya, pemotongan dilakukan
sampai sisa tanaman adalah 2 sampai 4 inchi dari atas tanah dan kemudian
pemotongan berikutnya dapat dilakukan tiap 45 bulan sekali. Petai cina atau
lamtoro ini dapat ditanam sebagai tanaman annual dan perennial
(Reksohadiprodjo, 1985).
2.1.5. Puero (Pueraria
phaseoloides)
Puero (Pueraria phaseoloides)
memiliki kultur teknis dikembangbiakkan dengan biji (Susilo, 1991). Puero
termasuk tanaman jenis legum berumur panjang, yang berasal dari daerah
subtropis, tetapi bisa hidup di daerah tropik dengan kelembaban yang tinggi.
Tanaman ini tumbuh menjalar dan memanjat (membelit), bisa membentuk hamparan
setinggi 60–75 cm (Sutopo, 1985). Puero berasal dari India Timur, siklus
hidupnya perenial. Ciri-cirinya tumbuh merambat, membelit dan memanjat. Sifat
perakarannya dalam, daun muda tertutup bulu berwarna coklat, daunnya berwarna
hijau tua dan bunganya berwarna ungu kebiruan (Soegiri et al., 1982).
2.1.6. Orok-orok (Crotalaria juncea)
Crotalaria juncea L, meruapakan
species yang tinggi nilainya, karena bermanfaat sebagai pupuk hijau, pakan
ternak, dan produksi serat yang mempunyai peranan penting untuk dipakai sebagai
bahan untuk industri kertas (Bang, 1990). Ciri-ciri tanaman ini adalah
batangnya tumbuh tegak lurus, berbentuk bulat dan sedikit di atas permukaan
tanah melebar. Warna kulit batang hijau muda atau hijau kekuning-kuningan.
Cabangnya tumbuh memancar dan terdapat sepanjang batang dari pangkal sampai
ujung. Tinggi batang, dari tanah sampai ujung, berdaun tunggal dan letaknya
tersebar. Tangkai daun pendek, sedangkan daunnya berbentuk taji dengan tepi
yang rata dengan ukuran panjang 3,5 sampai 5 cm dan lebar 0,75 sampai 1,95cm.
Daun berwarna hijau muda berbulu halus seperti beludru, baik pada helaian atas
maupun bawah dan berakhir pada ujung helaian daun (Joenoes, 1978).
3.
Limbah hasil Pertanian
Limbah tanaman pertanian yang dimaksud dalam sub-bab ini adalah
bagian-bagian dari tanaman yang dibudidayakan setelah produk utamanya dipanen
untuk kepentingan manusia. Khususnya pada kawasan tropis dimana pemeliharaan
ruminansia dilakukan oleh mereka yang mengoperasikan sistem pertanian campuran
maka petani-ternak pada kawasan itu juga memanfaatkan limbah tanaman pertanian
yang dibudidayakannya sebagai pakan untuk ternak ruminansia mereka. Adapun jenis-jenis
limbah tersebut beragam antar lokasi, tergantung pada jenis tanaman pertanian
yang dibudidayakan setempat. Pada kawasan Asia-Pasifik, jenis-jenis limbah
pertanian itu meliputi jerami padi, jerami kacang tanah, jerami kacang kedelai,
tebon jagung, jerami sorghum, daun ketela pohon, daun ketela rambat, daun talas
dan pucuk tebu. Jenis-jenis limbah dimaksud selaras dengan jenis-jenis tanaman
pertanian yang umum dibudidayakan.
Sejalan dengan penggunaan limbah pertanian seperti dimaksud
diatas, petani ternak juga mengembalikan kotoran ternak yang dihasilkannya ke
lahan pertanian sebagai pupuk. Kondisi itu menjadikan pola pertanian campuran
pada sebagian besar kawasan tropis bersifat terintegrasi antara tanaman dan
ternak dengan tujuan memaksimumkan sumberdaya pada tingkat rumahtanggatani
(Schiere dan Kater, 2001). Integrasi semacam itu akhir-akhir ini menjadi
semakin populer dikawasan empat musim sebagai bagian sistem pertanian yang
disebut New Conservation Agriculture.
Khususnya
untuk jenis tanaman jagung, pada kawasan tropika, menghasilkan tebon jagung
setelah buah jagungnya dipanen untuk konsumsi manusia. Oleh petani-ternak,
tebon jagung dapat langsung diberikan kepada ternak dalam keadaan segar atau
terlebih dahulu dikeringkan matahari menjadi hoi (hay) kemudian disimpan
dan diberikan kepada ternak pada saat musim paceklik pakan (umumnya terjadi
pada musim kemarau). Pada berbagai negara dikawasan empat musim, tanaman ini
justru dibudidayakan sebagai hijauan pakan ternak. Tanaman jagung dipanen
sekaligus bersama buahnya untuk diberikan kepada ternak ruminansia sebagai
sumber zat makanan dan energi. Jenis tanaman ini juga dibudidayakan untuk
diawetkan dalam bentuk segar yang disebut silase untuk digunakan sebagai pakan
pada musim dingin (winter). Saat itu ternak tidak dapat merumput di
padang rumput yang bersalju dan harus dikandangkan dan diberi pakan silase
jagung.
1. Jenis Bahan
Pakan Asal Biji-bijian dan Umbi-umbian
a. Asal
Biji-bijian
Nama
latin : Sorghum almum
Nama umum : Parodi
Asal : Afrika, Amerika Selatan
Deskripsi : - Tegak, rumpun dgn banyak anakan, dari rhizom yg pendek tumbuh
anakan,
tinggi 3.4 m
- Satu kg berisi 121.000 biji
Agronomi : - Diturunkan dari hybrid Johnson grass(Sorghum halepense), Sorgum
biji
dan Sorghum bicolor
- Hidup hujan > 460 mm/th, tahan kering dan tahan kadar garam tinggi- P-
Pada tanah subur bisa hidup 10 th
dan Berbunga setelah 49-56 hari
- Kegunaan : hay, silase, grazing
Berbunga setelah 49-56 hari