Senin, 17 Desember 2012

Faktor Tumbuh Tanaman



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selama hidupnya tumbuhan selalu mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan terjadi karena adanya pertambahan volume atau pun jumlah sel dalam makhluk hidup terkhusus dalam hal ini adalah tumbuhan. Perkembangan terjadi karena adanya proses sel tumbuhan menuju kepada kedewasaan atau berdeferensiasi menuju fungsinya msing-masing.
            Selain bertumbuh dan atau berkembang, tumbuhan juga melakukan adaptasi terhadap kondisi lingkungan hidupnya. Adaptasi adalah suatu kemampuan suatu organisme untuk dapat menoleransi kondisi dimana ia hidup, toleransi itu meliputi pada lingkungan eksternal maupun internal dalam tubuhnya. Adaptasi ini mutlak diperlukan oleh suatu organisme untuk melanjutkan hidup dan keturunannya. Begitu pula halnya dengan tumbuhan mutlak beradaptasi dengan kondisi lingkungan sekitar dimana tumbuhan itu hidup.
            Kemampuan adaptasi tumbuhan terutama hijaun ternak dapt meliputi faktor tanah, air, iklim hingga pada faktor spesies tanaman ternak atau hijaun ternak tersebut. Terdapat kaitan atau hubungan antara faktor tumbuh tanaman tersebut dengan kemampuan adaptasi tanaman terhadap lingkungan sekitarnya.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor Tumbuh Tanaman
1. Tanah   
Tanah merupakan salah satu unsur terpenting dalam pertumbuhan hijauan ternak. Tanah menjadi tempat tumbuh bagi tanaman, tempat tanaman memperoleh zat hara dan mineral dalam pertumbuhan dan atau perkembangannya, tanah juga menjadi sumber air bagi tanaman. Tanah mampu menyimpan air yang nantinya akan diserap oleh bulu-bulu akar sehingga proses asimilisasi karobohidrat dapat terjadi.
Gejala kekurangan unsur hara ini dapat berupa pertumbuhan akar, batang atau daun yang terhambat (kerdil) dan khlorosis atau nekrosis pada berbagai organ tumbuhan. Gejala yang ditampakkan tanaman karena kurang suatu unsur hara dapat menjadi petunjuk kasar dari fungsi unsur hara yang bersangkutan. Suatu tumbuhan dikatakan kekurangan (defisiensi) unsur hara tertentu apabila pertumbuhan terhambat yakni hanya mencapai 80% dari pertumbuhan maksimum walaupun semua unsur hara esensial lainnya tersedia berkecukupan (Purwadi, 2011).
Tanah yang baik bagi pertumbuhan hijaun ternak adalah tanah yang sesuai dengan kemampuan tanaman dalam beradaptasi. Struktur tanah dapat mempengaruhi ruang tumbuh akar dan imbangan udara-lengas. Penelitian atau pengetahuan terhadap tanah dapat membantu dalam hal penanaman hijaun yang unggul bagi ternak yang tidak dapat diperoleh dari lingkungan lokal. Karena terkadang dalam suatu daerah atau wilayah misalnya tidak terdapat sumber hijaun yang berkualitas bagi pertumbuhan ternak, hal inilah yang dapat diantisipasi dengan mengembangkan jenis rumput atau hijaun pakan ternak yang berkualitas.
2.  Air
Fungsi air bagi tanaman yaitu: (1) sebagai senyawa utama pembentuk protoplasma, (2) sebagai senyawa pelarut bagi masuknya mineral-mineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut mineralnutrisi yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel yang lainnya, (3) sebagai media terjadinya reaksi-reaksi metabolik, (4) sebagai reaktan pada sejumlah siklus asam trikarboksilat, (5) sebagai penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, (6) menjaga turdigitas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel, (7) mengatur mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya stomata, membuka dan menutupnya bunga serta melipatnya daun-daun tanaman tertentu, (8) berperan dalam perpanjangan sel, (9) sebagai bahan metabolisme dan produk akhir respirasi, serta (10) digunakan dalam proses respirasi (Noggle dan Frizt, 1983).
Tanaman juga mengalami dehidrasi atau cekaman air tidak hanya karena kondisi kekeringan dan salinitas tinggi, tetapi juga karena suhu rendah (frost). Tanaman menanggapi dan beradaptasi terhadap cekaman air untuk mempertahankan diri dari cekaman lingkungan tersebut. Cekaman air sering menyebabkan hambatan pertumbuhan, produksi, dan bahkan menyebabkan kematian. Agar tetap dapat hidup dalam kondisi kekurangan air, maka tanaman harus memiliki sistem pertahanan terhadap cekaman lingkungan tersebut (Widyasari et al., 2004).
Tanaman dalam beberapa hal beradaptasi terhadap lingkungan yang mempunyai kandungan air yang tinggi dan kondisi lingkungan yang kekurangan air. Adaptasi tanaman terhadap lingkungan diperlukan karena begitu besar fungsi air dalam pertumbuhan tanaman. Menurut Hidayat (1995), berdasarkan ketersediaan air di lingkungan, tanaman dibagi menjadi 3, yaitu xerofit yang beradaptasi pada habitat kering, mesofit yang memerlukan air dalam jumlah banyak dan atmosfer yang lembap, dan hidrofit yang bergantung pada lingkunan yang sangat lembap atau tumbuh sebagian atau seluruhnya dalam air.
Tumbuhan xerofit beradaptasi terhadap kekurangan air dengan menutup stomata, menggunakan lapisan kutikula yang tebal, memperkecil bidang penguapan dan menyimpan air (Levitt, 1980).
Hidrofit merupakan tanaman yang hidup pada lingkungan basah atau tergenang. Contoh tanaman hidrofit adalah Anacharies lilies, memiliki akar utama yang kecil dan tidak memiliki bulu-bulu akar (Kimball, 1965).
Dalam penyediaan hijaun ternak, harus diperhatikan betul ketersediaan air bagi tanaman. Ketersediaan air yang optimal dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas hijaun ternak yang dapat dihasilkan. Contoh karakter adaptasi terhadap kekeringan antara lain indeks panen lebih tinggi, umur berbunga lebih awal, periode pengisian biji lebih pendek, warna daun hijau gelap pada awal vegetatif, warna daun hijau terang pada vegetatif aktif, tinggi tanaman lebih rendah pada musim kering, jumlah anakan banyak, efisien transpirasi lebih rendah, jumlah biji fertil lebih tinggi, indeks toleransi kekeringan lebih, dan lain-lain.
3. Iklim
Iklim adalah kondisi rata-rata variabel metereologis dalam suatu kawasan selama waktu yang sangat panjang (ditetapkan kurang lebih 30 tahun). Dalam hal ini, iklim dapat dibedakan menjadi dua, yaitu iklim makro dan iklim mikro. Iklim makro meliputi iklim global , regional  dan lokal . Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu daerah yang dihuni komunitas  tertentu.
Menurut Rahardja (2010), terdapat sejumlah faktor yang relative statis yang menentukan keadaan iklim suatu daerah, yaitu :
a.       Garis lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude),
b.      Proporsi tanah terhadap air, dan
c.       Kedekatan laut dengan pegunungan.
Faktor lainnya yang relative dinamis menentukan iklim adalah :
a.       Sirkulasi termohaline (thermohaline circulation) dari lautan mendistribusikan energi panas ke terrestrial di antara daerah equator dan kutub
b.      Keadaan perairan laut
Perairan laut memiliki peran yang sangat penting terhadap keadaan cuaca dan iklim suatu tempat atau wilayah I muka bumi ini. Sebagaimana telah diungkapkan bahwa 70% dari permukaan bumi ini dilingkupioleh perairan laut, sehingga keberadaannya menjadi waduk besar (reservoir) yang secara berkelanjutan menjadi tempat penampungan dan pertukaran panas, uap air dan karbon dengan atmosfer, sehongga mengendalikan pola cuaca dan memperlambat perubahan iklim. Perairan laut mempengaruhi iklim adalah dengan :
1. Mengabsorbsi energi radiasi matahari dan melepaskan panas yang dibutuhkan untuk mengendalikan sirkulasi udara atmosfer
2. Melepaskan gas, uap air ke atmosfer dan absorbs CO2  dari atmosfer.
Beberapa jenis gas di atmosfir, seperti CO2, CH4, dan N2O mempengaruhi iklim permukaan bumi karena kemampuanya dalam membantu proses transmisi radiasi dari matahari ke permukaan bumi, dan juga menghambat keluarnya sebagian radiasi dari permukaan bumi. Kalau konsentrasi dari gas-gas ini di atmosfir meningkat, radiasi yang keluar dari permukaan bumi akan terhambat, sehingga suhu permukaan bumi bertambah besar. Perkiraan besarnya peningkatan suhu bukanlah pekerjaan yang mudah, karena adanya umpan balik positif (dengan peningkatan uap air , H2O(gas), yang juga merupakan gas penghambat keluarnya radiasi dari permukaan bumi) dan umpan balik negatif (peningkatan pertumbuhan awan, menghambat transmisi radiasi matahari ke permukaan bumi).
Di daerah iklim kering terdapat 3 – 5 bulan kering. Pada musin kemarau cekaman lengas tanah sering terjadi dan menghambat pertumbuhan tanaman karet. Untuk itu diperlukan penelitian pengurangan penguapan dan peningkatan kemampuan menahan lengas tanah (Sudiarto, 2007).
Tanaman yang mampu bertahan dalam kondisi ekstrim umumnya akan cenderung meingkatkan hormone absisat, atau hormone penghambat pertumbuhan agar jaringan-jaringannya mampu mengurangi laju respirasi, sehingga akan terjadinya gugur daun atau menurunnya aktifitas enzim yang ada di dalam jaringan tanaman tersebut. Perubahan morfologi tanaman umunya dilakukan dengan cepat agar dirinya terhindar dari cekama yang terjadi. Perubahan akar tanaman bakau atau hutan mangrove sebagai bentuk kemampuannya dalam bertahan di lingkungan pasang surut, perubahan bentuk daun dan batang pada tanaman kaktus dan banyak lagi yang lainnya. Gas CO2 merupakan sumber karbon utama bagi pertumbuhan tanaman. Konsentrasi CO2 di atmosfir saat ini belum optimal, sehingga penambahan CO2 kepada tanaman di dalam industri pertanian di dalam rumah kaca merupakan kegiatan normal untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti tomat, selada, timun dan bunga potong. Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatknya laju assimilasi (laju pengikatan CO2 untuk membentuk karbohidrat, fotosintesis) di dalam daun. Efisiensi penggunaan faktor-faktor pertumbuhan lainnya (seperti radiasi matahari, air dan nutrisi) juga akan ikut meningkat (Anonim, 2011).


4. Spesies Tanaman
Faktor tumbuh tanaman yang mencakup spesies tanaman termasuk dalam kategori yang menentukan pertumbuhan dan atau perkembangan suatu tanaman yang berasal dari internal tubuh tumbuhan, termasuk genetik dan aktivitas-aktivitas hormon.
Adanya faktor genetik yang baik dapat menentukan  mutu dan kualitas hijauan ternak yang akan dihasilkan. Dalam Anonim (2010), dinyatakan bahwa Perbaikan genetik dengan munculnya hibrida, varitas atau galur telah menunjukkan adanya peningkatan hasil panen pada tanaman jagung, gandum atau komoditas lainnya.
Tabel. Hasil panen jagung di USA pada tahun 1971-1973
Hibrida tahun
Panen buruk (kg/ha)
Panen baik (kg/ha)
1930
3.709
6.538
1940
4.464
7.544
1950
4.778
7.670
1960
4.902
8.550
1970
5.972
8.990
Tabel. Hasil panen gandum berbagai varitas
Varitas
Panen (kg/ha)
1926 (Marquis)
2.028
1935 (Thatcher)
2.230
1958 (Lee)
2.425
1967 (Chris)
2.735
1971 (Era)
3.623

Tanaman dengan hasil panen tinggi (high yielding) mengambil hara lebih banyak dibandingkan tanaman biasa. Tanaman demikian bersifat menguras hara. Jika ditanam pada tanah yang memiliki ketersediaan hara terbatas, maka hasil panen akan lebih rendah dibandingkan tanaman biasa. Pada masa lampau dilakukan pemilihan varitas tanaman untuk berbagai tingkat kesuburan tanah yang berbeda. Sekarang hal tersebut tidak dikerjakan lagi, karena pada tanah yang  tidak subur dapat ditambahkan pupuk. Meski demikian tetap dilakukan upaya pemilihan tanaman misalnya: tahan terhadap pH rendah atau keracunan Al, atau terhadap kondisi garaman, atau tahan terhadap kekeringan.
Selain gen, faktor internal lain yang menentukan pertumbuhan tanaman adalah aktivitas hormon. Menurut Mustahib (2011), Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu hormon. Hormon tumbuhan ditemukan oleh F. W. Went pada tahun 1928. Hormon berasal dari bahasa Yunani hormalin yang berarti penggiat. Hormon tumbuhan disebut fitohormon.
Fitohormon tersebut, yaitu:
1. Auksin atau AIA (Asam Indol Asetat)
Auksin merupakan senyawa asam asetat dengan gugusan indol dan derivat-derivatnya. Pertama kali auksin ditemukan pada ujung koleoptil kecambah Avena sativa. Pusat pembentukan auksin adalah ujung koleoptil (ujung tumbuhan). Jika terkena sinar matahari, auksin akan berubah menjadi senyawa yang menghambat pertumbuhan. Hal inilah yang menyebabkan batang akan membelok ke arah datangnya cahaya, karena bagian yang tidak terkena cahaya pertumbuhannya lebih cepat daripada bagian yang terkena cahaya.
Fungsi auksin, yaitu:
a. Merangsang perpanjangan sel.
b. Merangsang pembentukan bunga dan buah.
c. Merangsang pemanjangan titik tumbuh.
d.Mempengaruhi pembengkokan batang.
e. Merangsang pembentukan akar lateral.
f. Merangsang terjadinya proses diferensiasi.
2. Gibberellin
Gibberellin merupakan hormon yang pertama kali ditemukan pada jamur Gibberella fujikuroii yang parasit pada tumbuhan padi. Ditemukan oleh Kuroshawa pada tahun 1926. Fungsi gibberellin, yaitu:
a.Merangsang pembelahan sel kambium.
b.Merangsang pembungaan lebih awal sebelum waktunya.
c.Merangsang pembentukan buah tanpa biji.
d.Merangsang tanaman tumbuh sangat cepat sehingga mempunyai ukuran raksasa. (Dwidjoseputro, 1992: 197)


3.Sitokinin
Sitokinin merupakan kumpulan senyawa yang fungsinya mirip satu sama lain. Fungsi sitokinin yaitu:
a.Merangsang proses pembelahan sel.
b.Menunda pengguguran daun, bunga, dan buah.
c.Mempengaruhi pertumbuhan tunas dan akar.
d.Meningkatkan daya resistensi terhadap pengaruh yang merugikan seperti suhu rendah, infeksi virus, pembunuh gulma, dan radiasi.
e.Menghambat (menahan) menguningnya daun dengan jalan membuat kandungan protein dan klorofil yang seimbang dalam daun (senescens).
4.Gas Etilen
Gas etilen merupakan hormon tumbuh yang dalam keadaan normal berbentuk gas. Fungsi gas etilen, yaitu:
a.Membantu memecahkan dormansi pada tanaman, misalnya pada ubi dan kentang.
b.Mendukung pematangan buah.
c.Mendukung terjadinya abscission (pelapukan) pada daun.
d.Mendukung proses pembungaan.
e.Menghambat pemanjangan akar pada beberapa spesies tanaman dan dapat menstimulasi pemanjangan batang.
f.Menstimulasi perkecambahan.
g.Mendukung terbentuknya bulu-bulu akar.
Asam Absisat (ABA)
Asam absisat merupakan hormon tumbuh yang hampir selalu menghambat pertumbuhan, baik dalam bentuk menurunkan kecepatan maupun menghentikan pembelahan dan pemanjangan sel bersama-sama. Fungsi asam absisat, yaitu:
a.    Menghambat perkecambahan biji.
b.    Mempengaruhi pembungaan tanaman.
c.    Memperpanjang masa dormansi umbi-umbian.
d.   Mempengaruhi pucuk tumbuhan untuk melakukan dormansi.
6.      Kalin
Kalin merupakan hormon yang mempengaruhi pembentukan organ. Berdasarkan organ yang dipengaruhinya, kalin dibedakan atas:
a.    Rhizokalin, mempengaruhi pembentukan akar.
b.    Kaulokalin, mempengaruhi pembentukan batang.
c.    Filokalin, mempengaruhi pembentukan daun.
d.   Antokalin, mempengaruhi pembentukan bunga.
7.      Asam Traumalin
Bila tumbuhan terluka, luka tersebut dapat diperbaiki kembali. Kemampuan itu disebut restitusi atau regenerasi. Peristiwa ini dapat terjadi karena adanya asam traumalin (asam traumalat).
B. Cara Merubah Tanah Asam dan Basa Menjadi Netral

Keasaman dalam larutan itu dinyatakan sebagai kadar ion hidrogen disingkat dengan [H+], atau sebgai pH yang artinya –log [H+]. Dengan kata lain pH merupakan ukuran kekuatan suatu asam. pH suatu larutan dapat ditera dengan beberapa cara antara lain dengan jalan menitrasi lerutan dengan asam dengan indikator atau yang lebih teliti lagi dengan pH meter.
pH berkisar antara 10-1 sampai 10-12 mol/liter. Makin tinggi konsentrasi ion H, makin rendah –log [H+] atau pH tanah, dan makin asam reaksi tanah. Pada umumnya, keasaman tanah dibedakan atas asam, netral, dan basa. Ion H+dihasilkan oleh kelompok organik yang dibedakan atas kelompok karboksil dan kelompok fenol.
Tipe keasaman aktif atau keasaman actual disebabkan oleh adanya Ion H+ dalam larutan tanah. Keasaman ini diukur menggunakan suspensi tanah-air dengan nisbah 1 : 1; 1 : 2,5; dan 1 : 5. Keasaman ini ditulis dengan pH (H2O).
Tipe keasaman potensial atau keasaman tertukarkan dihasilkan oleh ion H+ dan Al3+ tertukarkan yang diabsorbsi oleh koloid tanah. Potensial keasaman diukur dengan menggunakan larutan tanah-elektrolit, pada umumnya KCl atau CaCl2.
Karena ion H dan Al yang diabsorbsi koloid tanah dalam keadaan seimbang (equilibrium) dengan ion H+ dalam larutan tanah maka terdapat hubungan yang dekat antara kejenuhan (H+Al) dan pH, demikian juga dengan persentase kejenuhan basa pada pH. Tanah yang ekstrem asam dengan (H+Al) mendekati 100% kurang lebih mempunyai pH sama dengan asetat pH 3,5
Keasaman (pH) tanah diukur dengan nisbah tanah : air 1 : 2,5 (10 g tanah dilarutkan dengan 25 ml air) dan ditulis dengan pH2,5(H2O). Di beberapa laboratorium, pengukuran pH tanah dilakukan dengan perbandingan tanah dan air 1 : 1 atau 1 : 5. Pengukuran pada nisbah ini agak berbeda dengan pengukuran pH2,5 karena pengaruh pengenceran terhadap konsentrasi ion H.
Untuk tujuan tertentu, misalnya pengukuran pH tanah basa, dilakukan terhadap pasta jenuh air. Hasil pengukuran selalu lebih rendah daripada pH2,5 karena lebih kental dan konsentrasi ion H+ lebih tinggi.
Pengukuran pH tanah di lapangan dengan prinsip kolorimeter dengan menggunakan indikator (larutan, kertas pH) yang menunjukkan warna tertantu pada pH yang berbeda. Saat ini sudah banyak pH-meter jinjing (portable) yang dapat dibawa ke lapangan. Di samping itu, ada beberapa tipe pH-meter yang dilengkapi dengan elektroda yang secara langsung dapat digunakan untuk pH tanah, tetapi dengan syarat kandungan lengas saat pengukuran cukup tinggi (kandungan lengas maksimum atau mungkin kelewat jenuh). Kesalahan pengukuran dapat terjadi antara 0,1 – 0,5 unit pH atau bahkan lebih besar karena pengaruh pengenceran dan faktor – faktor lain.
Untuk mengukur pH basa kuat di lapangan, indikator fenolptalin (2 g indikator fenolptalin dalam 200 ml alkohol 90%) yang tidak berwarna sangat bermanfaat karena akan berubah menjadi ungu sampai merah pada pH 8,3 – 10,0.Kondisi yang sama dalam pengukuran pH di lapangan pada kondisi luar biasa asam digunakan indikator Brom Cresol Green (0,1 g dilarutkan dalam 250 ml 0,006 N NaOH) yang berubah menjadi hijau sampai kuning pada pH 5,3 dan lebih rendah daripada 3,8.
Untuk mengetahui pH tanah di lapangan, secara umum dapat digunakan indikator universal (campuran 0,02 g metil merah, 0,04 g bromotimol blue, 0,04 g timol blue, dan 0,02 g fenolptalin dalam 100 ml alkohol encer (70%)).
2. Pentingnya pH tanah
pH tanah atau tepatnya pH larutan tanah sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti Nitrogen (N), Potassium/kalium (K), dan Pospor (P) dimana tanaman membutuhkan dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan terhadap penyakit.
Jika pH larutan tanah meningkat hingga di atas 5,5; Nitrogen (dalam bentuk nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman. Di sisi lain Pospor akan tersedia bagi tanaman pada Ph antara 6,0 hingga 7,0.
Beberapa bakteri membantu tanaman mendapatkan N dengan mengubah N di atmosfer menjadi bentuk N yang dapat digunakan oleh tanaman. Bakteri ini hidup di dalam nodule akar tanaman legume (seperti alfalfa dan kedelai) dan berfungsi secara baik bilamana tanaman dimana bakteri tersebut hidup tumbuh pada tanah dengan kisaran pH yang sesuai.
Sebagai contoh, alfalfa tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH 6,2 hingga 7,8; sementara itu kedelai tumbuh dengan baik pada tanah dengan kisaran pH 6,0 hingga 7,0. Kacang tanah tumbh dengan baik pada tanah dengan pH 5,3 hingga 6,6. Banyak tanaman termasuk sayuran, bunga dan semak-semak serta buah-buahan tergantung dengan pH dan ketersediaan tanah yang mengandung nutrisi yang cukup.
Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang mereka butuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat yang pada akhirnya dapat mati karena keracunan tersebut.
Herbisida, pestisida, fungsisida dan bahan kimia lainnya yang digunakan untuk memberantas hama dan penyakit tanaman juga dapat meracuni tanaman itu sendiri. Mengetahui pH tanah, apakah masam atau basa adalah sangat penting karena jika tanah terlalu masam oleh karena penggunaan pestisida, herbbisida, dan fungisida tidak akan terabsorbsi dan justru akan meracuni air tanah serta air-air pada aliran permukaan dimana hal ini akan menyebabkan polusi pada sungai, danau, dan air tanah.
3. Pengaruh pH tanah terhadap pertumbuhan tanaman:
  1. Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman. Pada umumnya unsur hara akan mudah diserap tanaman pada pH 6-7, karena pada pH tersebut sebagian besar unsur hara akan mudah larut dalam air.
  2. Derajat pH dalam tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Jika tanah masam akan banyak ditemukan unsur alumunium (Al) yang selain meracuni tanaman juga mengikat phosphor sehingga tidak bisa diserap tanaman. Selain itu pada tanah masam juga terlalu banyak unsur mikro yang bisa meracuni tanaman. Sedangkan pada tanah basa banyak ditemukan unsur Na (Natrium) dan Mo (Molibdenum)
  3. Kondisi pH tanah juga menentukan perkembangan mikroorganisme dalam tanah. Pada pH 5,5 – 7 jamur dan bakteri pengurai bahan organik akan tumbuh dengan baik. Demikian juga mikroorganisme yang menguntungkan bagi akar tanaman juga akan berkembang dengan baik.
Setelah kita mengukur pH tanah dan telah kita ketahui keasamannya lalu apa yang akan kita perbuat pada tanah kita tersebut?
Jika pH tanah yang kita ukur tadi tidak sesuai harapan kita tentunya kita akan mencoba mengubah pH tanah tersebut sesuai dengan yang kita harapkan. Sebenarnya setiap tanaman memerlukan pH tertentu yang spesifik untuk pertumbuahnnya yang optimal, akan tetapi pH tanah yang ideal untuk semua jenis tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura di Indonesia adalah antara 6 sampai 7. Jika pH tanah kita sudah menyimpang dari kisaran tersebut maka segeralah mengatasinya. Sebagai contoh jika pH tanah dibawah 6 itu berarti tanah masam dan jika lebih dari 7 berarti basa.
4.Mengatasi Tanah Masam
  1. Pengapuran untuk meningkatkan pH dan mengatasi keracunan Al. Untuk mengatasi kendala kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi dapat dilakukan pengapuran. Kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi dapat dinetralisir dengan pengapuran. Pemberian kapur bertujuan untuk meningkatkan pH tanah dari sangat masam atau masam ke pH agak netral atau netral, serta menurunkan kadar Al. Untuk menaikkan kadar Ca dan Mg dapat diberikan dolomit, walaupun pemberian kapur selain meningkatkan pH tanah juga dapat meningkatkan kadar Ca dan kejenuhan basa. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara takaran kapur dengan Al dan kejenuhan Al. Dosis kapur disesuaikan dengan pH tanah, umumnya sekitar 3 t/ha, berkisar antara 1-5t/ha. Kapur yang baik adalah kapur magnesium atau dolomit yang dapat sekaligus mensuplai Ca dan Mg.
  2. Pemberian Bahan Organik. Bahan organik selain dapat meningkatkan kesuburan tanah juga mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan organik dapat meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta membuat struktur tanah menjadi lebih remah dan mudah diolah. Bahan organik tanah melalui fraksi-fraksinya mempunyai pengaruh nyata terhadap pergerakan dan pencucian hara. Asam fulvat berkorelasi positif dan nyata dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci, sedangkan asam humat berkorelasi negatif dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci. Penyediaan bahan organik dapat pula diusahakan melalui pertanaman lorong (alley cropping). Selain pangkasan tanaman dapat menjadi sumber bahan organik tanah, cara ini juga dapat mengendalikan erosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanamanFlemingia sp. dapat meningkatkan pH tanah dan kapasitas tukar kation serta menurunkankejenuhan Al. Petani menyadari bahwa pemberian pupuk organik dapat meningkatkan kesuburan tanah. Menurut mereka, pengaruh pupuk organik dalam memperbaiki kesuburan tanah kurang spontan akan tetapi pengaruhnya lebih tahan lama. Sedangkan pupuk buatan pengaruhnya spontan akan tetapi hanya tahan beberapa minggu atau bulan. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk hijau, kotoran ternak, bagas, dan sebagainya. Berdasarkan pengalaman bahwa pengusahaan tanaman semusim yang sebagian besar biomasanya tidak dikembalikan, lebih cepat menguras zat makanan yang ada di tanah, mereka mulai belajar mengembalikan sisa-sisa panen ke lahan.
  3. Pemberian Pupuk Phospat. Kekahatan P merupakan salah satu kendala utama bagi kesuburan tanah masam. Tanah ini memerlukan P dengan takaran tinggi untuk memperbaiki kesuburantanah dan meningkatkan produktivitas tanaman. Untuk mengatasi kendala kekahatan P umumnya menggunakan pupuk P yang mudah larut seperti TSP, SP-36, SSP, DAP. Pupuk tersebut mudah larut dalam air sehingga sebagian besar P akan segera difiksasi oleh Al dan Fe yang terdapat di dalam tanah dan P menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Fosfat alam dengan kandungan Ca setara CaO yang cukup tinggi (>40%) umumnya mempunyai reaktivitas tinggi sehingga sesuai digunakan pada tanah-tanah masam. Sebaliknya, fosfat alam dengan kandungan sesquioksida tinggi (Al2O3 dan Fe2O3) tinggi kurang sesuai digunakan pada tanah-tanah masam.
  4. Pengaturan sistem tanam. Pengaturan sistem tanam sebenarnya hanya bersifat untuk mencegah keasaman tanah atau mencegah kemasaman tanah yang lebih parah. Hal ini berkaitan erat dengan artikel maspary yang berjudul  Mengatasi Tanah Asem- asemen Pada Padi Sawah.  Pemberaan. Untuk mempertahankan kesuburan tanah, petani memberakan lahan [Bahasa Jawa: bero] atau membiarkan semak belukar tumbuh di lahan yang telah diusahakan beberapa musim. Menurut mereka, tanaman akan tumbuh lebih baik pada lahan yang sebelumnya diberakan. Bera dengan hanya mengandalkan suksesi alami memerlukan waktu lebih lama untuk mengembalikan kesuburan tanah. Tumpanggilir. pengusahaan satu jenis tanaman semusim saja selama tiga tahun berturut-turut menyebabkan tanah menjadi “kurus” dan “cepat panas”. Menurut pengamatan petani, jenis tanaman pangan yang banyak menguras zat makanan dalam tanah [Bhs.Jawa : ngeret lemah] adalah ubikayu, ketela rambat dan kacang tanah.TumpangsariBeberapa petani juga melakukan tumpangsari di lahan mereka. Pada umumnya dasar keputusan petani untuk memilih sistem tumpangsari adalah karena alasan ekonomi, bukannya kesadaran untuk mempertahankan kesuburan tanah. Misalnya pendapatan petani dari hasil tumpangsari jagung dan padi ternyata lebih besar dari hasil jagung atau padi monokultur. Pencegahan erosiPada dasarnya petani menyadari pentingnya pencegahan erosi di lahan mereka, terutama pada lahan yang curam. Beberapa usaha yang telah dicoba adalah dengan membuat guludan sejajar kontur atau menggunakan batang pohon yang ditebang pada saat pembukaan lahan sebagai teras-teras akan tetapi karena intensitas curah hujan yang tinggi serta struktur tanah yang kurang mantap menyebabkan guludan tersebut mudah longsor. Sebagian petani ada yang membuat guludan tegak lurus arah kontur, sehingga air limpasan bisa mengalir lebih cepat. Cara ini memang bisa mengurangi kerusakan guludan dan mempercepat pematusan karena tanaman tertentu tidak menyukai tanah yang terlalu basah, tetapi pengikisan tanah (erosi) tetap terjadi.
  5. Pemberian Mikroorganisme Pengurai. Terdapatnya bahan organik yang belum terurai juga akan menyumbangkan tingkat keasaman tanah, pristiwa ini sering maspary lihat pada tanah-tanah sawah yang terlalu cepat pengerjaannya. Pemberian mikroorganisme pengurai akan mempercepat dekomposisi bahan organik dalam tanah sehingga akan membantu ketersediaan dan keseimbangan unsur hara. Selain itu perombakan bahan organik juga akan menyeimbangkan KTK tanah.

5.Mengatasi Tanah Basa
Untuk mengatasi tanah-tanah basa menurut maspary bisa dilakukan dengan cara pemberian sulfur atau belerang. Pemberian belerang bisa dalam bentuk bubuk belerang atau bubuk sulfur yang mengandung belerang hampir 100 % .  Pemberian pupuk yang mengandung belerang kurang efektif jika digunakan untuk menurunkan pH. Beberapa pupuk yang mengandung belerang yang bisa digunakan antara lain ZA ( Amonium sulfat ), Magnesium sulfat, Kalium sulfat, tembaga sulfat dan seng sulfat. Pemberian bahan organik/ pupuk organik juga bisa membantu menormalkan pH tanah.
Yang perlu diperhatikan oleh rekan-rekan Gerbang Pertanian  dalam merubah pH tanah tidaklah semudah membalikkan tangan, tidak akan selesai dalam waktu satu atau dua minggu saja akan tetapi harus dilakukan terus-menerus dari musim kemusim secara terarah baik dalam pengapuran maupun pemupukannya.
Sekian dulu pembahasan kali ini tentang ekologi tanah khususnya tentang cara mengatasi tanah masam dan tanah basa. Semoga artikel dari Gerbang Pertanianini bisa berguna bagi petani Indonesia.


C. Jenis Tanaman Grazing dan Cut and Carry
1. Grazing
Bulu babi memegang peranan penting dalam fungsi ekosistem padang lamun. Beberapa jenis  bulu babi diketahui memakan  tumbuhan (grazing) berbagai jenis lamun yang terdapat di padang lamun.
Dengan demikian bulu babi dapat merupakan agen pengalihan energi tingkat awal dalam sistem alir energi di ekosistem padang lamun. Namun bagaimana daya grazing dan preferensi (kesukaan) makannya terhadap berbagai jenis lamun masih belum sepenuhnya dipahami.

Menaggapi isu tersebut, sekelompok peneliti dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar, telah melakukan penelitian di suatu pulau kecil, Barrang Lompo, yang terletak beberapa mil lepas pantai kota Makassar. Di pulau ini terdapat laboratorium lapangan yang dikelola oleh Universitas Hasanuddin untuk mendukung berbagai kegiatan riset kelautan yang dilaksanakan oleh mahasiswa, dosen ataupun peneliti tamu.
Di pulau ini terdapat delapan jenis bulu babi yang umum dijumpai, tetapi dalam penenelitian ini empat jenis bulu babi yang menjadi objek penelitian yakni Diadema setosum, Tripneustes gratilla, Mespilia globulus, dan Echinothrix calamaris. 

Bulu babi ini diberi makan di laboratorium berupa tujuh jenis lamun yakni Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, Syringonium isoetifolium, Halodule uninervis, dan Halodule  pinifolia. Penelitian ini  menunjukkan bahwa daya grazing bulu babi beragam, misalnya Diadema setosum memakan lamun sebanyak 1.53 g/hr, Tripneustes gratilla 2.24 g/hr, Mespilia globulus 1.80 g/hr dan Echinothrix calamaris 2.93 g/hr. Dalam kegiatan grazing, tampak bahwa tiap jenis bulu babi  mempunyai preferensi yang berbeda dengan jenis bulu babi lainnya.
2. Cut and Carry
Rumput-rumputan merupakan hijauan segar yang sangat disukai ternak, mudah diperoleh karena memiliki kemampuan tumbuh tinggi, terutama di daerah tropis meskipun sering dipotong/disengut langsung oleh ternak sehingga menguntungkan para peternak/pengelola ternak. Hijauan banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati dan fruktosa yang sangat berperan dalam menghasilkan energi.
Rumput merupakan sumber serat kasar yang berguna untuk untuk menggertak saluran pencernaan dan mengenyangkan ternak. Rumput merupakan hijauan salah satu sumber daya lokal yang berada disekitar peternakan khususnya bagi peternak yang mempunyai permasalahan perluasan pemukiman dan industrialisasi. Sebagai contoh para peternak sapi perah di Boyolali menanam rumput gajah, rumput benggala dan rumput raja.



Rumput yang digunakan sebagai pakan ternak sebaiknya :
Mempunyai palatabilitas yang baik. Dipanen pada umur yang relatif tidak terlalu tua (saat sebelum berbunga) untuk mendapatkan nilai gizi yang tinggi. Berwarna hijau
Daun halus, merunduk, melengkung dan mudah rebah Batang lebih gemuk, mengkilap dan jika ditekan mengeluarkan cairan Ditanam pada tanah yang subur
                   

Terdapat 2 jenis rumput untuk pakan ternak yaitu:

1.Rumput potongan

Ciri-ciri rumput potong yaitu : produksi/satuan luas tinggi, tumbuh tinggi, vertikal, banyak anakan dan responsif terhadap pupuk. Contoh rumput potongan antara lain: Pennisetum purpureum, Pennisetum purpupoides, Panicum maximum, Setaria sphacelata, Euclaena mexicana.

2.Rumput gembala

Ciri-ciri rumput potong yaitu : tumbuh mendatar/vertikal rendah, tahan renggut dan injakan, tumbuh dengan cepat dan tahan kekeringan. Contoh rumput gembala antara lain : Brachiaria brizantha, B. ruziziensis, B. mutica, Paspalum dilatatum, Digitaria decumbens, Cloris gayana, Cynodon plectostachyus, Cenchrus ciliaris.

Di Indonesia sendiri, rumput gajah merupakan rumput potong sebagai hijauan utama pakan ternak. Rumput potong biasanya dipanen dengan cara membabat seluruh pohonnya lalu diberikan langsung (cut and carry) sebagai pakan hijauan untuk kerbau dan sapi, atau dapat juga dijadikan persediaan pakan melalui proses pengawetan pakan hijauan dengan cara silase dan hay. Selain itu rumput potong juga bisa dimanfaatkan sebagai mulsa tanah yang baik. Berbeda dengan rumput gembala, rumput disengut langsung oleh ternak pada saat digembalakan. Pemeliharaan rumput dilakukan dengan cara mengatur waktu grazing ternak agar tidak terjadi overgrazing dan memberikan waktu rumput untuk regrowth (Parakkasi, 1999).

Berikut penjelasan mengenai rumput gajah sebagai jenis hijauan pakan utama yang dikembangkan di Indonesia 
Rumputgajah(Pennisetumpurpureum)
Rumput ini secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi dengan rimpang yang pendek. Tinggi batang dapat mencapai 2-4 meter (bahkan mencapai 6-7 meter), dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari 3 cm dan terdiri sampai 20 ruas / buku. Tumbuh berbentuk rumpun dengan lebar rumpun hingga 1 meter. Pelepah daun gundul hingga berbulu pendek; helai daun bergaris dengan dasar yang lebar, ujungnya runcing. Kultivar rumput gajah tersebut adalah King Grass (P. purpureum cv. King Grass), Taiwan (P. purpureum cv. Taiwan), Hawaii (P. purpureum cv. Hawaii) dan Africa (P. purpureum cv. Africa).


D. Jenis Tanaman Tahan Naungan
Naungan baik secara alami maupun buatan mengakibatkan pengurangan intensitas cahaya yang sampai pada tanaman. Sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar, namun spesies yang tahan terhadap naungan menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang. Tanaman yang ditanam pada kondisi tanpa naungan cenderung memiliki produksi berat kering akar yang lebih tinggi dibanding tanaman dengan naungan.
Sistem integrasi tanaman-ternak pada ekosistem perkebunan kelapa sawit maupun karet membutuhkan jenis hijauan pakan ternak yang relatif toleran terhadap naungan agar daya tampung lahan meningkat. Salah satu upaya yang dapat ditempuh dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan dalam mendukung ketersediaan hijauan pakan adalah dengan mengembangkan tanaman pakan ternak toleran naungan untuk diintroduksikan di lahan perkebunan yang selama ini belum banyak dimanfaatkan seperti di perkebunan kelapa dan karet.
Stenotaphrum secundatum
Rumput Stenotaphrum secundatum dikenal dengan nama umum “Buffalo grass” (Australia) atau St. Agustine grass (Amerika Serikat). Termasuk dalam family “Gramineae’ dengan sub-familyPanicoideaeStenotaphrum secundatum merupakan jenis rumput yang cocok tumbuh pada areal yang intensitas cahayanya rendah. Tanaman sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat kuat sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma serta tahan terhadap penggembalaan berat.
Potensi Produktivitas Pada Kondisi Naungan
S.secundatum merupakan salah satu spesies tanaman pakan ternak yang toleran terhadap naungan. Jenis rumput ini menunjukkan pertumbuhan maupun produksi yang lebih baik pada lahan naungan dibanding alam terbuka/tanpa naungan. Adaptasinya terhadap kondisi naungan sangat baik seperti terlihat pada karakteristik morfologik (tinggi tanaman, lebar daun) maupun fisiologik (kandungan klorofil).
Hasil penelitian di Lolitkambing menunjukan bahwa produksi S. secundatum tertinggi pada naungan 55% ( 54 ton/ha/tahun) dan relatif sama dengan produksi perlakuan naungan 75% (47 ton/ha/tahun). Produksi justru lebih rendah pada kondisi tanpa naungan (32 ton/ha/tahun). Hal ini menunjukan tingginya adaptasi S.secundatum pada kondisi naungan. Adaptasi tersebut ditunjukkan oleh tinggi tanaman maupun lebar daun yang berbeda nyata dengan yang ditanam di alam terbuka/tanpa naungan, yang pada akhirnya menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Secara umum produksi hijauan di daerah tropis akan menurun dengan berkurangnya intensitas cahaya, tetapi produksi hijauan yang toleran naungan masih dapat meningkat pada naungan sedang.
Nilai Nutrisi Rumput S.secundatum
Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kandungan bahan kering, protein kasar, NDF dan ADF relatif sama pada kondisi naungan maupun terbuka. Kandungan bahan organik sekitar 87%. Kandungan energi kasar sebesar 4816 Kal/kg bahan kering. protein kasar berkisar antara 6-8% sedangkan serat (NDF) antara 82-85%.
Rumput ini memiliki palatabilitas yang tinggi saat masih muda, disukai oleh ternak ruminansia besar maupun kecil. Terdapat kandungan oksalat sejumlah ±1% namun dilaporkan tidak menyebabkan keracunan pada ternak yang mengkonsumsinya.
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan naungan tidak mempengaruhi jumlah konsumsiS.secundatum oleh ternak kambing. Tingkat konsumsi S. secundatum pada ternak kambing mencapai 3,3% bobot tubuh dan tergolong normal untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Koefisien cerna yang merupakan salah satu indikator kualitas nutrisi yang penting tergolong tinggi padaS.secundatum. Kecernaan bahan organik berkisar antara 57- 67%, sedangkan kecernaan energi berkisar antara 69-74%. Penggunaan rumput S.secundatum sebagai pakan menghasilkan retensi nitrogen (N) yang positif (1,0-1,2 g N/hari) yang mengindikasikan kapasitasnya untuk mendukung pertumbuhan yang moderat pada ternak kambing.
Pengembangan
Dengan adaptasi yang baik pada kondisi naungan tingkat sedang sampai tinggi, maka rumputS.secundatum merupakan salah satu alternatif jenis tanaman pakan ternak yang memiliki potensi tinggi sebagai sumber hijauan, terutama untuk mendukung sistem integrasi ternak dengan tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit dan karet. Pengembangan tanaman pakan tersebut relatif mudah dilakukan karena perbanyakan materi tanam dapat menggunakan pols atau sobekan.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Faktor tumbuh tanaman antara lain :
1. Tanah merupakan salah satu unsur terpenting dalam pertumbuhan hijauan ternak. Tanah menjadi tempat tumbuh bagi tanaman, tempat tanaman memperoleh zat hara dan mineral dalam pertumbuhan dan atau perkembangannya, tanah juga menjadi sumber air bagi tanaman.
2. Air adalah salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
3. Iklim dapat mempengaruhi faktor tumbuh pada tanaman karena iklim menyangkut kondisi lingkungan sekitar tanaman, apakh tanaman berada pada lingkungan yang kering, lembab, atau berair sehingga cara beradaptasinya pun berbeda-beda untuk melanjutkan keturunan.
4. Spesies tanaman termasuk didalamnya adalah gen dan hormon dalam tanaman dapat mempenagruhi kualitas hijaun yang dapat dimanfaatkan. Gen unggul dapat menghasilkan pakan yang berkualitas.



DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010. FaktorPenentuPertumbuhanTanaman.http://nasih.wordpress.com/2010/11/01/faktor-penentu-pertumbuhan-tanaman/. Diakses pada September 2011.

Anonim.2011. PengaruhPerubahanIklim.http://acehpedia.org/Pengaruh_Perubahan_Iklim_Terhadap_Pertumbuhan_Tanaman. Diakses September 2011.

Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Institut Teknologi Bandung Press, Bandung.

Kimball, J.W. 1965. Biology. Adisson-Wesley Publishing Company, Massachusette.

Levitt, J. 1980. Responses of Plants to Environmental Stress. Academic Press, New York.

Maynard, G.H. and D.M. Orcott. 1987. The Physiology of Plants Under Stress. John Willey and Sons, Inc, New York.

Mustahib. 2011. Faktor Tumbuh Tanaman.  http://biologi.blogsome.com//FAKTOR INTERNAL PERTUMBUHAN TANAMAN Biologi TerLengkap!.htm. Diakses September 2011.

Noggle, G.R. and G.J. Fritz.1983. Introductory Plant Physiology. Prentice Hall, Inc, New Jersey.

Purwadi, Eko. 2011. Faktor Penentu Pertumbuhan Tanaman.http://www.masbied.com/Pengujian Ketahanan Benih Terhadap Cekaman Lingkungan _ MasBied.com.htm

Rahardja,D,P., 2010. Ilmu Lingkungan Ternak. Masagena Press, Makassar.

Sasli. 2004. Dalam Mahmudin. 2009. (http://mahmuddin.wordpress.com/ 2009/10/16/cekaman-pada-makhluk-hidup/). Diakses tanggal September 2011.

Sudiarto. 2007. Pengelolaan Lengas Tanah Musim Kemarau Pada Tanaman Karet Belum MenghasilkanJurnal Penelitian Karet, 25 (1): 17-21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar