BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selama
hidupnya tumbuhan selalu mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan
terjadi karena adanya pertambahan volume atau pun jumlah sel dalam makhluk
hidup terkhusus dalam hal ini adalah tumbuhan. Perkembangan terjadi karena
adanya proses sel tumbuhan menuju kepada kedewasaan atau berdeferensiasi menuju
fungsinya msing-masing.
Selain bertumbuh dan atau berkembang, tumbuhan juga melakukan adaptasi terhadap
kondisi lingkungan hidupnya. Adaptasi adalah suatu kemampuan suatu organisme
untuk dapat menoleransi kondisi dimana ia hidup, toleransi itu meliputi pada
lingkungan eksternal maupun internal dalam tubuhnya. Adaptasi ini mutlak
diperlukan oleh suatu organisme untuk melanjutkan hidup dan keturunannya. Begitu
pula halnya dengan tumbuhan mutlak beradaptasi dengan kondisi lingkungan
sekitar dimana tumbuhan itu hidup.
Kemampuan adaptasi tumbuhan terutama hijaun ternak dapt meliputi faktor tanah,
air, iklim hingga pada faktor spesies tanaman ternak atau hijaun ternak
tersebut. Terdapat kaitan atau hubungan antara faktor tumbuh tanaman tersebut
dengan kemampuan adaptasi tanaman terhadap lingkungan sekitarnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor Tumbuh Tanaman
1. Tanah
Tanah
merupakan salah satu unsur terpenting dalam pertumbuhan hijauan ternak. Tanah
menjadi tempat tumbuh bagi tanaman, tempat tanaman memperoleh zat hara dan
mineral dalam pertumbuhan dan atau perkembangannya, tanah juga menjadi sumber
air bagi tanaman. Tanah mampu menyimpan air yang nantinya akan diserap oleh
bulu-bulu akar sehingga proses asimilisasi karobohidrat dapat terjadi.
Gejala
kekurangan unsur hara ini dapat berupa pertumbuhan akar, batang atau daun yang
terhambat (kerdil) dan khlorosis atau nekrosis pada berbagai organ tumbuhan. Gejala
yang ditampakkan tanaman karena kurang suatu unsur hara dapat menjadi petunjuk
kasar dari fungsi unsur hara yang bersangkutan. Suatu tumbuhan dikatakan
kekurangan (defisiensi) unsur hara tertentu apabila pertumbuhan terhambat yakni
hanya mencapai 80% dari pertumbuhan maksimum walaupun semua unsur hara esensial
lainnya tersedia berkecukupan (Purwadi, 2011).
Tanah yang
baik bagi pertumbuhan hijaun ternak adalah tanah yang sesuai dengan kemampuan
tanaman dalam beradaptasi. Struktur tanah dapat mempengaruhi ruang tumbuh
akar dan imbangan udara-lengas. Penelitian atau pengetahuan terhadap tanah
dapat membantu dalam hal penanaman hijaun yang unggul bagi ternak yang tidak
dapat diperoleh dari lingkungan lokal. Karena terkadang dalam suatu daerah atau
wilayah misalnya tidak terdapat sumber hijaun yang berkualitas bagi pertumbuhan
ternak, hal inilah yang dapat diantisipasi dengan mengembangkan jenis rumput
atau hijaun pakan ternak yang berkualitas.
2. Air
Fungsi air
bagi tanaman yaitu: (1) sebagai senyawa utama pembentuk protoplasma, (2)
sebagai senyawa pelarut bagi masuknya mineral-mineral dari larutan tanah ke
tanaman dan sebagai pelarut mineralnutrisi yang akan diangkut dari satu bagian
sel ke bagian sel yang lainnya, (3) sebagai media terjadinya reaksi-reaksi
metabolik, (4) sebagai reaktan pada sejumlah siklus asam trikarboksilat, (5)
sebagai penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, (6) menjaga turdigitas sel
dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel, (7) mengatur
mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya stomata, membuka dan
menutupnya bunga serta melipatnya daun-daun tanaman tertentu, (8) berperan
dalam perpanjangan sel, (9) sebagai bahan metabolisme dan produk akhir
respirasi, serta (10) digunakan dalam proses respirasi (Noggle dan Frizt,
1983).
Tanaman juga
mengalami dehidrasi atau cekaman air tidak hanya karena kondisi kekeringan dan
salinitas tinggi, tetapi juga karena suhu rendah (frost). Tanaman menanggapi
dan beradaptasi terhadap cekaman air untuk mempertahankan diri dari cekaman
lingkungan tersebut. Cekaman air sering menyebabkan hambatan pertumbuhan,
produksi, dan bahkan menyebabkan kematian. Agar tetap dapat hidup dalam kondisi
kekurangan air, maka tanaman harus memiliki sistem pertahanan terhadap cekaman
lingkungan tersebut (Widyasari et al., 2004).
Tanaman
dalam beberapa hal beradaptasi terhadap lingkungan yang mempunyai kandungan air
yang tinggi dan kondisi lingkungan yang kekurangan air. Adaptasi tanaman
terhadap lingkungan diperlukan karena begitu besar fungsi air dalam pertumbuhan
tanaman. Menurut Hidayat (1995), berdasarkan ketersediaan air di lingkungan,
tanaman dibagi menjadi 3, yaitu xerofit yang beradaptasi pada habitat kering,
mesofit yang memerlukan air dalam jumlah banyak dan atmosfer yang lembap, dan
hidrofit yang bergantung pada lingkunan yang sangat lembap atau tumbuh sebagian
atau seluruhnya dalam air.
Tumbuhan
xerofit beradaptasi terhadap kekurangan air dengan menutup stomata, menggunakan
lapisan kutikula yang tebal, memperkecil bidang penguapan dan menyimpan air
(Levitt, 1980).
Hidrofit
merupakan tanaman yang hidup pada lingkungan basah atau tergenang. Contoh
tanaman hidrofit adalah Anacharies lilies, memiliki akar utama yang kecil dan
tidak memiliki bulu-bulu akar (Kimball, 1965).
Dalam penyediaan
hijaun ternak, harus diperhatikan betul ketersediaan air bagi tanaman.
Ketersediaan air yang optimal dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas hijaun
ternak yang dapat dihasilkan. Contoh karakter adaptasi terhadap kekeringan
antara lain indeks panen lebih tinggi, umur berbunga lebih awal, periode
pengisian biji lebih pendek, warna daun hijau gelap pada awal vegetatif, warna
daun hijau terang pada vegetatif aktif, tinggi tanaman lebih rendah pada musim
kering, jumlah anakan banyak, efisien transpirasi lebih rendah, jumlah biji
fertil lebih tinggi, indeks toleransi kekeringan lebih, dan lain-lain.
3. Iklim
Iklim adalah
kondisi rata-rata variabel metereologis dalam suatu kawasan selama waktu yang
sangat panjang (ditetapkan kurang lebih 30 tahun). Dalam hal ini, iklim dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu iklim makro dan iklim mikro. Iklim makro meliputi
iklim global , regional dan lokal . Iklim mikro meliputi iklim
dalam suatu daerah yang dihuni komunitas tertentu.
Menurut
Rahardja (2010), terdapat sejumlah faktor yang relative statis yang menentukan
keadaan iklim suatu daerah, yaitu :
a. Garis
lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude),
b. Proporsi
tanah terhadap air, dan
c. Kedekatan
laut dengan pegunungan.
Faktor lainnya yang relative dinamis
menentukan iklim adalah :
a. Sirkulasi
termohaline (thermohaline circulation) dari lautan mendistribusikan
energi panas ke terrestrial di antara daerah equator dan kutub
b. Keadaan
perairan laut
Perairan
laut memiliki peran yang sangat penting terhadap keadaan cuaca dan iklim suatu
tempat atau wilayah I muka bumi ini. Sebagaimana telah diungkapkan bahwa 70%
dari permukaan bumi ini dilingkupioleh perairan laut, sehingga keberadaannya
menjadi waduk besar (reservoir) yang secara berkelanjutan menjadi tempat
penampungan dan pertukaran panas, uap air dan karbon dengan atmosfer, sehongga
mengendalikan pola cuaca dan memperlambat perubahan iklim. Perairan laut
mempengaruhi iklim adalah dengan :
1. Mengabsorbsi energi radiasi matahari dan melepaskan
panas yang dibutuhkan untuk mengendalikan sirkulasi udara atmosfer
2. Melepaskan gas, uap air ke atmosfer
dan absorbs CO2 dari atmosfer.
Beberapa
jenis gas di atmosfir, seperti CO2, CH4, dan N2O mempengaruhi iklim permukaan
bumi karena kemampuanya dalam membantu proses transmisi radiasi dari matahari
ke permukaan bumi, dan juga menghambat keluarnya sebagian radiasi dari
permukaan bumi. Kalau konsentrasi dari gas-gas ini di atmosfir meningkat,
radiasi yang keluar dari permukaan bumi akan terhambat, sehingga suhu permukaan
bumi bertambah besar. Perkiraan besarnya peningkatan suhu bukanlah pekerjaan yang
mudah, karena adanya umpan balik positif (dengan peningkatan uap air ,
H2O(gas), yang juga merupakan gas penghambat keluarnya radiasi dari permukaan
bumi) dan umpan balik negatif (peningkatan pertumbuhan awan, menghambat
transmisi radiasi matahari ke permukaan bumi).
Di daerah
iklim kering terdapat 3 – 5 bulan kering. Pada musin kemarau cekaman lengas
tanah sering terjadi dan menghambat pertumbuhan tanaman karet. Untuk itu
diperlukan penelitian pengurangan penguapan dan peningkatan kemampuan menahan
lengas tanah (Sudiarto, 2007).
Tanaman yang
mampu bertahan dalam kondisi ekstrim umumnya akan cenderung meingkatkan hormone
absisat, atau hormone penghambat pertumbuhan agar jaringan-jaringannya
mampu mengurangi laju respirasi, sehingga akan terjadinya gugur daun atau
menurunnya aktifitas enzim yang ada di dalam jaringan tanaman tersebut.
Perubahan morfologi tanaman umunya dilakukan dengan cepat agar dirinya
terhindar dari cekama yang terjadi. Perubahan akar tanaman bakau atau hutan
mangrove sebagai bentuk kemampuannya dalam bertahan di lingkungan pasang surut,
perubahan bentuk daun dan batang pada tanaman kaktus dan banyak lagi yang
lainnya. Gas CO2 merupakan sumber karbon utama bagi pertumbuhan tanaman.
Konsentrasi CO2 di atmosfir saat ini belum optimal, sehingga penambahan CO2
kepada tanaman di dalam industri pertanian di dalam rumah kaca merupakan
kegiatan normal untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti tomat, selada,
timun dan bunga potong. Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah
meningkatknya laju assimilasi (laju pengikatan CO2 untuk membentuk karbohidrat,
fotosintesis) di dalam daun. Efisiensi penggunaan faktor-faktor pertumbuhan
lainnya (seperti radiasi matahari, air dan nutrisi) juga akan ikut
meningkat (Anonim, 2011).
4. Spesies Tanaman
Faktor
tumbuh tanaman yang mencakup spesies tanaman termasuk dalam kategori yang
menentukan pertumbuhan dan atau perkembangan suatu tanaman yang berasal dari
internal tubuh tumbuhan, termasuk genetik dan aktivitas-aktivitas hormon.
Adanya
faktor genetik yang baik dapat menentukan mutu dan kualitas hijauan
ternak yang akan dihasilkan. Dalam Anonim (2010), dinyatakan
bahwa Perbaikan genetik dengan munculnya hibrida, varitas atau galur telah
menunjukkan adanya peningkatan hasil panen pada tanaman jagung, gandum atau
komoditas lainnya.
Tabel. Hasil panen jagung di USA
pada tahun 1971-1973
Hibrida tahun
|
Panen buruk (kg/ha)
|
Panen baik (kg/ha)
|
1930
|
3.709
|
6.538
|
1940
|
4.464
|
7.544
|
1950
|
4.778
|
7.670
|
1960
|
4.902
|
8.550
|
1970
|
5.972
|
8.990
|
Tabel. Hasil panen gandum berbagai varitas
Varitas
|
Panen (kg/ha)
|
1926 (Marquis)
|
2.028
|
1935 (Thatcher)
|
2.230
|
1958 (Lee)
|
2.425
|
1967 (Chris)
|
2.735
|
1971 (Era)
|
3.623
|
Tanaman dengan hasil panen tinggi (high
yielding) mengambil hara lebih banyak dibandingkan tanaman biasa. Tanaman demikian
bersifat menguras hara. Jika ditanam pada tanah yang memiliki ketersediaan hara
terbatas, maka hasil panen akan lebih rendah dibandingkan tanaman biasa. Pada
masa lampau dilakukan pemilihan varitas tanaman untuk berbagai tingkat
kesuburan tanah yang berbeda. Sekarang hal tersebut tidak dikerjakan lagi,
karena pada tanah yang tidak subur dapat ditambahkan pupuk. Meski
demikian tetap dilakukan upaya pemilihan tanaman misalnya: tahan terhadap pH
rendah atau keracunan Al, atau terhadap kondisi garaman, atau tahan terhadap
kekeringan.
Selain gen,
faktor internal lain yang menentukan pertumbuhan tanaman adalah aktivitas
hormon. Menurut Mustahib (2011), Faktor internal yang mempengaruhi
pertumbuhan, yaitu hormon. Hormon tumbuhan ditemukan oleh F. W. Went pada tahun
1928. Hormon berasal dari bahasa Yunani hormalin yang berarti penggiat. Hormon
tumbuhan disebut fitohormon.
Fitohormon
tersebut, yaitu:
1. Auksin atau AIA (Asam
Indol Asetat)
Auksin merupakan senyawa asam asetat
dengan gugusan indol dan derivat-derivatnya. Pertama kali auksin ditemukan pada
ujung koleoptil kecambah Avena sativa. Pusat pembentukan auksin adalah ujung
koleoptil (ujung tumbuhan). Jika terkena sinar matahari, auksin akan berubah
menjadi senyawa yang menghambat pertumbuhan. Hal inilah yang menyebabkan batang
akan membelok ke arah datangnya cahaya, karena bagian yang tidak terkena cahaya
pertumbuhannya lebih cepat daripada bagian yang terkena cahaya.
Fungsi auksin, yaitu:
a. Merangsang perpanjangan sel.
b. Merangsang pembentukan bunga dan
buah.
c. Merangsang pemanjangan titik
tumbuh.
d.Mempengaruhi pembengkokan batang.
e. Merangsang pembentukan akar
lateral.
f. Merangsang terjadinya proses
diferensiasi.
2. Gibberellin
Gibberellin merupakan hormon yang
pertama kali ditemukan pada jamur Gibberella fujikuroii yang parasit pada
tumbuhan padi. Ditemukan oleh Kuroshawa pada tahun 1926. Fungsi gibberellin,
yaitu:
a.Merangsang pembelahan sel kambium.
b.Merangsang pembungaan lebih awal
sebelum waktunya.
c.Merangsang pembentukan buah tanpa biji.
d.Merangsang tanaman tumbuh sangat
cepat sehingga mempunyai ukuran raksasa. (Dwidjoseputro, 1992: 197)
3.Sitokinin
Sitokinin merupakan kumpulan senyawa yang fungsinya mirip satu sama lain. Fungsi sitokinin yaitu:
Sitokinin merupakan kumpulan senyawa yang fungsinya mirip satu sama lain. Fungsi sitokinin yaitu:
a.Merangsang proses pembelahan sel.
b.Menunda pengguguran daun, bunga,
dan buah.
c.Mempengaruhi pertumbuhan tunas dan
akar.
d.Meningkatkan daya resistensi
terhadap pengaruh yang merugikan seperti suhu rendah, infeksi virus, pembunuh
gulma, dan radiasi.
e.Menghambat (menahan) menguningnya daun
dengan jalan membuat kandungan protein dan klorofil yang seimbang dalam daun
(senescens).
4.Gas Etilen
Gas etilen merupakan hormon tumbuh
yang dalam keadaan normal berbentuk gas. Fungsi gas etilen, yaitu:
a.Membantu memecahkan dormansi pada
tanaman, misalnya pada ubi dan kentang.
b.Mendukung pematangan buah.
c.Mendukung terjadinya abscission
(pelapukan) pada daun.
d.Mendukung proses pembungaan.
e.Menghambat pemanjangan akar pada
beberapa spesies tanaman dan dapat menstimulasi pemanjangan batang.
f.Menstimulasi perkecambahan.
g.Mendukung terbentuknya bulu-bulu
akar.
Asam Absisat (ABA)
Asam absisat merupakan hormon tumbuh
yang hampir selalu menghambat pertumbuhan, baik dalam bentuk menurunkan
kecepatan maupun menghentikan pembelahan dan pemanjangan sel bersama-sama.
Fungsi asam absisat, yaitu:
a. Menghambat perkecambahan
biji.
b. Mempengaruhi pembungaan
tanaman.
c. Memperpanjang masa dormansi
umbi-umbian.
d. Mempengaruhi pucuk tumbuhan untuk
melakukan dormansi.
6. Kalin
Kalin merupakan hormon yang mempengaruhi pembentukan organ. Berdasarkan organ yang dipengaruhinya, kalin dibedakan atas:
Kalin merupakan hormon yang mempengaruhi pembentukan organ. Berdasarkan organ yang dipengaruhinya, kalin dibedakan atas:
a. Rhizokalin, mempengaruhi
pembentukan akar.
b. Kaulokalin, mempengaruhi
pembentukan batang.
c. Filokalin, mempengaruhi
pembentukan daun.
d. Antokalin, mempengaruhi
pembentukan bunga.
7. Asam
Traumalin
Bila tumbuhan terluka, luka tersebut
dapat diperbaiki kembali. Kemampuan itu disebut restitusi atau regenerasi.
Peristiwa ini dapat terjadi karena adanya asam traumalin (asam traumalat).
B. Cara
Merubah Tanah Asam dan Basa Menjadi Netral
Keasaman
dalam larutan itu dinyatakan sebagai kadar ion hidrogen disingkat dengan [H+],
atau sebgai pH yang artinya –log [H+]. Dengan kata lain pH merupakan
ukuran kekuatan suatu asam. pH suatu larutan dapat ditera dengan beberapa
cara antara lain dengan jalan menitrasi lerutan dengan asam dengan indikator
atau yang lebih teliti lagi dengan pH meter.
pH berkisar antara 10-1 sampai 10-12 mol/liter. Makin tinggi
konsentrasi ion H, makin rendah –log [H+] atau pH tanah, dan makin asam reaksi
tanah. Pada umumnya, keasaman tanah dibedakan atas asam, netral, dan
basa. Ion H+dihasilkan oleh kelompok organik yang dibedakan atas kelompok
karboksil dan kelompok fenol.
Tipe keasaman aktif atau keasaman actual disebabkan oleh adanya Ion
H+ dalam larutan tanah. Keasaman ini diukur menggunakan suspensi
tanah-air dengan nisbah 1 : 1; 1 : 2,5; dan 1 : 5. Keasaman ini ditulis
dengan pH (H2O).
Tipe keasaman potensial atau keasaman tertukarkan dihasilkan oleh ion
H+ dan Al3+ tertukarkan yang diabsorbsi oleh koloid tanah. Potensial keasaman diukur dengan menggunakan larutan tanah-elektrolit, pada
umumnya KCl atau CaCl2.
Karena ion H dan Al yang diabsorbsi koloid tanah dalam keadaan
seimbang (equilibrium) dengan ion H+ dalam larutan tanah
maka terdapat hubungan yang dekat antara kejenuhan (H+Al) dan pH, demikian juga
dengan persentase kejenuhan basa pada pH. Tanah yang ekstrem asam dengan
(H+Al) mendekati 100% kurang lebih mempunyai pH sama dengan asetat pH 3,5
Keasaman (pH) tanah diukur dengan nisbah tanah : air 1 : 2,5 (10 g tanah
dilarutkan dengan 25 ml air) dan ditulis dengan pH2,5(H2O). Di beberapa
laboratorium, pengukuran pH tanah dilakukan dengan perbandingan tanah dan air 1
: 1 atau 1 : 5. Pengukuran pada nisbah ini agak berbeda dengan pengukuran
pH2,5 karena pengaruh pengenceran terhadap konsentrasi ion H.
Untuk tujuan tertentu, misalnya pengukuran pH tanah basa, dilakukan
terhadap pasta jenuh air. Hasil pengukuran selalu lebih rendah daripada
pH2,5 karena lebih kental dan konsentrasi ion H+ lebih tinggi.
Pengukuran pH tanah di lapangan dengan prinsip kolorimeter dengan
menggunakan indikator (larutan, kertas pH) yang menunjukkan warna tertantu pada
pH yang berbeda. Saat ini sudah banyak pH-meter jinjing (portable) yang
dapat dibawa ke lapangan. Di samping itu, ada beberapa tipe pH-meter yang
dilengkapi dengan elektroda yang secara langsung dapat digunakan untuk pH tanah,
tetapi dengan syarat kandungan lengas saat pengukuran cukup tinggi (kandungan
lengas maksimum atau mungkin kelewat jenuh). Kesalahan pengukuran dapat terjadi antara 0,1 – 0,5 unit pH atau bahkan
lebih besar karena pengaruh pengenceran dan faktor – faktor lain.
Untuk mengukur pH basa kuat di lapangan, indikator fenolptalin (2 g
indikator fenolptalin dalam 200 ml alkohol 90%) yang tidak berwarna sangat
bermanfaat karena akan berubah menjadi ungu sampai merah pada pH 8,3 –
10,0.Kondisi yang sama dalam pengukuran pH di lapangan pada kondisi luar biasa
asam digunakan indikator Brom Cresol Green (0,1 g dilarutkan dalam 250 ml 0,006
N NaOH) yang berubah menjadi hijau sampai kuning pada pH 5,3 dan lebih rendah
daripada 3,8.
Untuk mengetahui pH tanah di lapangan, secara umum dapat digunakan
indikator universal (campuran 0,02 g metil merah, 0,04 g bromotimol blue, 0,04
g timol blue, dan 0,02 g fenolptalin dalam 100 ml alkohol encer (70%)).
2. Pentingnya
pH tanah
pH tanah
atau tepatnya pH larutan tanah sangat penting karena larutan tanah mengandung
unsur hara seperti Nitrogen (N), Potassium/kalium (K), dan Pospor (P) dimana
tanaman membutuhkan dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan
bertahan terhadap penyakit.
Jika pH
larutan tanah meningkat hingga di atas 5,5; Nitrogen (dalam bentuk nitrat)
menjadi tersedia bagi tanaman. Di sisi lain Pospor akan tersedia bagi tanaman
pada Ph antara 6,0 hingga 7,0.
Beberapa
bakteri membantu tanaman mendapatkan N dengan mengubah N di atmosfer menjadi
bentuk N yang dapat digunakan oleh tanaman. Bakteri ini hidup di dalam nodule
akar tanaman legume (seperti alfalfa dan kedelai) dan berfungsi secara baik
bilamana tanaman dimana bakteri tersebut hidup tumbuh pada tanah dengan kisaran
pH yang sesuai.
Sebagai
contoh, alfalfa tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH 6,2 hingga 7,8;
sementara itu kedelai tumbuh dengan baik pada tanah dengan kisaran pH 6,0
hingga 7,0. Kacang tanah tumbh dengan baik pada tanah dengan pH 5,3 hingga 6,6.
Banyak tanaman termasuk sayuran, bunga dan semak-semak serta buah-buahan
tergantung dengan pH dan ketersediaan tanah yang mengandung nutrisi yang cukup.
Jika larutan
tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain
yang mereka butuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang
besar untuk teracuni logam berat yang pada akhirnya dapat mati karena keracunan
tersebut.
Herbisida,
pestisida, fungsisida dan bahan kimia lainnya yang digunakan untuk memberantas
hama dan penyakit tanaman juga dapat meracuni tanaman itu sendiri. Mengetahui
pH tanah, apakah masam atau basa adalah sangat penting karena jika tanah
terlalu masam oleh karena penggunaan pestisida, herbbisida, dan fungisida tidak
akan terabsorbsi dan justru akan meracuni air tanah serta air-air pada aliran permukaan
dimana hal ini akan menyebabkan polusi pada sungai, danau, dan air tanah.
3. Pengaruh pH tanah terhadap pertumbuhan
tanaman:
- Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman. Pada umumnya unsur hara akan mudah diserap tanaman pada pH 6-7, karena pada pH tersebut sebagian besar unsur hara akan mudah larut dalam air.
- Derajat pH dalam tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Jika tanah masam akan banyak ditemukan unsur alumunium (Al) yang selain meracuni tanaman juga mengikat phosphor sehingga tidak bisa diserap tanaman. Selain itu pada tanah masam juga terlalu banyak unsur mikro yang bisa meracuni tanaman. Sedangkan pada tanah basa banyak ditemukan unsur Na (Natrium) dan Mo (Molibdenum)
- Kondisi pH tanah juga menentukan perkembangan mikroorganisme dalam tanah. Pada pH 5,5 – 7 jamur dan bakteri pengurai bahan organik akan tumbuh dengan baik. Demikian juga mikroorganisme yang menguntungkan bagi akar tanaman juga akan berkembang dengan baik.
Setelah kita mengukur pH tanah dan
telah kita ketahui keasamannya lalu apa yang akan kita perbuat pada tanah kita
tersebut?
Jika pH
tanah yang kita ukur tadi tidak sesuai harapan kita tentunya kita akan mencoba
mengubah pH tanah tersebut sesuai dengan yang kita harapkan. Sebenarnya setiap
tanaman memerlukan pH tertentu yang spesifik untuk pertumbuahnnya yang optimal,
akan tetapi pH tanah yang ideal untuk semua jenis tanaman pangan, perkebunan
dan hortikultura di Indonesia adalah antara 6 sampai 7. Jika pH tanah kita
sudah menyimpang dari kisaran tersebut maka segeralah mengatasinya. Sebagai
contoh jika pH tanah dibawah 6 itu berarti tanah masam dan jika lebih dari 7
berarti basa.
4.Mengatasi
Tanah Masam
- Pengapuran untuk meningkatkan pH dan mengatasi keracunan Al. Untuk mengatasi kendala kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi dapat dilakukan pengapuran. Kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi dapat dinetralisir dengan pengapuran. Pemberian kapur bertujuan untuk meningkatkan pH tanah dari sangat masam atau masam ke pH agak netral atau netral, serta menurunkan kadar Al. Untuk menaikkan kadar Ca dan Mg dapat diberikan dolomit, walaupun pemberian kapur selain meningkatkan pH tanah juga dapat meningkatkan kadar Ca dan kejenuhan basa. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara takaran kapur dengan Al dan kejenuhan Al. Dosis kapur disesuaikan dengan pH tanah, umumnya sekitar 3 t/ha, berkisar antara 1-5t/ha. Kapur yang baik adalah kapur magnesium atau dolomit yang dapat sekaligus mensuplai Ca dan Mg.
- Pemberian Bahan Organik. Bahan organik selain dapat meningkatkan kesuburan tanah juga mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan organik dapat meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta membuat struktur tanah menjadi lebih remah dan mudah diolah. Bahan organik tanah melalui fraksi-fraksinya mempunyai pengaruh nyata terhadap pergerakan dan pencucian hara. Asam fulvat berkorelasi positif dan nyata dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci, sedangkan asam humat berkorelasi negatif dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci. Penyediaan bahan organik dapat pula diusahakan melalui pertanaman lorong (alley cropping). Selain pangkasan tanaman dapat menjadi sumber bahan organik tanah, cara ini juga dapat mengendalikan erosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanamanFlemingia sp. dapat meningkatkan pH tanah dan kapasitas tukar kation serta menurunkankejenuhan Al. Petani menyadari bahwa pemberian pupuk organik dapat meningkatkan kesuburan tanah. Menurut mereka, pengaruh pupuk organik dalam memperbaiki kesuburan tanah kurang spontan akan tetapi pengaruhnya lebih tahan lama. Sedangkan pupuk buatan pengaruhnya spontan akan tetapi hanya tahan beberapa minggu atau bulan. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk hijau, kotoran ternak, bagas, dan sebagainya. Berdasarkan pengalaman bahwa pengusahaan tanaman semusim yang sebagian besar biomasanya tidak dikembalikan, lebih cepat menguras zat makanan yang ada di tanah, mereka mulai belajar mengembalikan sisa-sisa panen ke lahan.
- Pemberian Pupuk Phospat. Kekahatan P merupakan salah satu kendala utama bagi kesuburan tanah masam. Tanah ini memerlukan P dengan takaran tinggi untuk memperbaiki kesuburantanah dan meningkatkan produktivitas tanaman. Untuk mengatasi kendala kekahatan P umumnya menggunakan pupuk P yang mudah larut seperti TSP, SP-36, SSP, DAP. Pupuk tersebut mudah larut dalam air sehingga sebagian besar P akan segera difiksasi oleh Al dan Fe yang terdapat di dalam tanah dan P menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Fosfat alam dengan kandungan Ca setara CaO yang cukup tinggi (>40%) umumnya mempunyai reaktivitas tinggi sehingga sesuai digunakan pada tanah-tanah masam. Sebaliknya, fosfat alam dengan kandungan sesquioksida tinggi (Al2O3 dan Fe2O3) tinggi kurang sesuai digunakan pada tanah-tanah masam.
- Pengaturan sistem tanam. Pengaturan sistem tanam sebenarnya hanya bersifat untuk mencegah keasaman tanah atau mencegah kemasaman tanah yang lebih parah. Hal ini berkaitan erat dengan artikel maspary yang berjudul Mengatasi Tanah Asem- asemen Pada Padi Sawah. Pemberaan. Untuk mempertahankan kesuburan tanah, petani memberakan lahan [Bahasa Jawa: bero] atau membiarkan semak belukar tumbuh di lahan yang telah diusahakan beberapa musim. Menurut mereka, tanaman akan tumbuh lebih baik pada lahan yang sebelumnya diberakan. Bera dengan hanya mengandalkan suksesi alami memerlukan waktu lebih lama untuk mengembalikan kesuburan tanah. Tumpanggilir. pengusahaan satu jenis tanaman semusim saja selama tiga tahun berturut-turut menyebabkan tanah menjadi “kurus” dan “cepat panas”. Menurut pengamatan petani, jenis tanaman pangan yang banyak menguras zat makanan dalam tanah [Bhs.Jawa : ngeret lemah] adalah ubikayu, ketela rambat dan kacang tanah.Tumpangsari. Beberapa petani juga melakukan tumpangsari di lahan mereka. Pada umumnya dasar keputusan petani untuk memilih sistem tumpangsari adalah karena alasan ekonomi, bukannya kesadaran untuk mempertahankan kesuburan tanah. Misalnya pendapatan petani dari hasil tumpangsari jagung dan padi ternyata lebih besar dari hasil jagung atau padi monokultur. Pencegahan erosi. Pada dasarnya petani menyadari pentingnya pencegahan erosi di lahan mereka, terutama pada lahan yang curam. Beberapa usaha yang telah dicoba adalah dengan membuat guludan sejajar kontur atau menggunakan batang pohon yang ditebang pada saat pembukaan lahan sebagai teras-teras akan tetapi karena intensitas curah hujan yang tinggi serta struktur tanah yang kurang mantap menyebabkan guludan tersebut mudah longsor. Sebagian petani ada yang membuat guludan tegak lurus arah kontur, sehingga air limpasan bisa mengalir lebih cepat. Cara ini memang bisa mengurangi kerusakan guludan dan mempercepat pematusan karena tanaman tertentu tidak menyukai tanah yang terlalu basah, tetapi pengikisan tanah (erosi) tetap terjadi.
- Pemberian Mikroorganisme Pengurai. Terdapatnya bahan organik yang belum terurai juga akan menyumbangkan tingkat keasaman tanah, pristiwa ini sering maspary lihat pada tanah-tanah sawah yang terlalu cepat pengerjaannya. Pemberian mikroorganisme pengurai akan mempercepat dekomposisi bahan organik dalam tanah sehingga akan membantu ketersediaan dan keseimbangan unsur hara. Selain itu perombakan bahan organik juga akan menyeimbangkan KTK tanah.
5.Mengatasi
Tanah Basa
Untuk mengatasi tanah-tanah basa
menurut maspary bisa dilakukan dengan cara pemberian sulfur atau belerang.
Pemberian belerang bisa dalam bentuk bubuk belerang atau bubuk sulfur yang
mengandung belerang hampir 100 % . Pemberian pupuk yang mengandung
belerang kurang efektif jika digunakan untuk menurunkan pH. Beberapa pupuk yang
mengandung belerang yang bisa digunakan antara lain ZA ( Amonium sulfat ),
Magnesium sulfat, Kalium sulfat, tembaga sulfat dan seng sulfat. Pemberian
bahan organik/ pupuk organik juga bisa membantu menormalkan pH tanah.
Yang perlu diperhatikan oleh
rekan-rekan Gerbang Pertanian dalam
merubah pH tanah tidaklah semudah membalikkan tangan, tidak akan selesai dalam
waktu satu atau dua minggu saja akan tetapi harus dilakukan terus-menerus dari
musim kemusim secara terarah baik dalam pengapuran maupun pemupukannya.
Sekian dulu
pembahasan kali ini tentang ekologi tanah khususnya tentang cara mengatasi tanah
masam dan tanah basa. Semoga artikel dari Gerbang Pertanianini bisa berguna bagi petani
Indonesia.
C. Jenis Tanaman Grazing dan Cut and Carry
1. Grazing
Bulu babi memegang peranan penting dalam fungsi
ekosistem padang lamun. Beberapa jenis bulu babi diketahui memakan
tumbuhan (grazing) berbagai jenis lamun yang terdapat di padang lamun.
Dengan demikian bulu babi dapat merupakan agen
pengalihan energi tingkat awal dalam sistem alir energi di ekosistem padang
lamun. Namun bagaimana daya grazing dan preferensi (kesukaan) makannya terhadap
berbagai jenis lamun masih belum sepenuhnya dipahami.
Menaggapi isu tersebut, sekelompok peneliti dari
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar, telah
melakukan penelitian di suatu pulau kecil, Barrang Lompo, yang terletak
beberapa mil lepas pantai kota Makassar. Di pulau ini terdapat laboratorium
lapangan yang dikelola oleh Universitas Hasanuddin untuk mendukung berbagai
kegiatan riset kelautan yang dilaksanakan oleh mahasiswa, dosen ataupun
peneliti tamu.
Di pulau ini terdapat delapan jenis bulu babi yang
umum dijumpai, tetapi dalam penenelitian ini empat jenis bulu babi yang menjadi
objek penelitian yakni Diadema setosum, Tripneustes gratilla, Mespilia
globulus, dan Echinothrix calamaris.
Bulu babi ini diberi makan di laboratorium berupa tujuh jenis lamun yakni Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, Syringonium isoetifolium, Halodule uninervis, dan Halodule pinifolia. Penelitian ini menunjukkan bahwa daya grazing bulu babi beragam, misalnya Diadema setosum memakan lamun sebanyak 1.53 g/hr, Tripneustes gratilla 2.24 g/hr, Mespilia globulus 1.80 g/hr dan Echinothrix calamaris 2.93 g/hr. Dalam kegiatan grazing, tampak bahwa tiap jenis bulu babi mempunyai preferensi yang berbeda dengan jenis bulu babi lainnya.
2. Cut and Carry
Rumput-rumputan merupakan hijauan segar yang sangat
disukai ternak, mudah diperoleh karena memiliki kemampuan tumbuh tinggi,
terutama di daerah tropis meskipun sering dipotong/disengut langsung oleh
ternak sehingga menguntungkan para peternak/pengelola ternak. Hijauan banyak
mengandung karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati dan fruktosa yang
sangat berperan dalam menghasilkan energi.
Rumput merupakan sumber serat kasar yang berguna untuk untuk menggertak saluran pencernaan dan mengenyangkan ternak. Rumput merupakan hijauan salah satu sumber daya lokal yang berada disekitar peternakan khususnya bagi peternak yang mempunyai permasalahan perluasan pemukiman dan industrialisasi. Sebagai contoh para peternak sapi perah di Boyolali menanam rumput gajah, rumput benggala dan rumput raja.
Rumput merupakan sumber serat kasar yang berguna untuk untuk menggertak saluran pencernaan dan mengenyangkan ternak. Rumput merupakan hijauan salah satu sumber daya lokal yang berada disekitar peternakan khususnya bagi peternak yang mempunyai permasalahan perluasan pemukiman dan industrialisasi. Sebagai contoh para peternak sapi perah di Boyolali menanam rumput gajah, rumput benggala dan rumput raja.
Rumput yang digunakan sebagai pakan ternak sebaiknya :
Mempunyai palatabilitas yang baik. Dipanen pada umur yang relatif tidak terlalu tua
(saat sebelum berbunga) untuk mendapatkan nilai gizi yang tinggi. Berwarna
hijau
Daun halus, merunduk, melengkung dan mudah rebah Batang lebih gemuk, mengkilap dan jika ditekan mengeluarkan cairan Ditanam pada tanah yang subur
Daun halus, merunduk, melengkung dan mudah rebah Batang lebih gemuk, mengkilap dan jika ditekan mengeluarkan cairan Ditanam pada tanah yang subur
Terdapat 2 jenis rumput untuk pakan ternak yaitu:
1.Rumput potongan
Ciri-ciri rumput potong yaitu : produksi/satuan luas tinggi, tumbuh tinggi, vertikal, banyak anakan dan responsif terhadap pupuk. Contoh rumput potongan antara lain: Pennisetum purpureum, Pennisetum purpupoides, Panicum maximum, Setaria sphacelata, Euclaena mexicana.
2.Rumput gembala
Ciri-ciri rumput potong yaitu : tumbuh mendatar/vertikal rendah, tahan renggut dan injakan, tumbuh dengan cepat dan tahan kekeringan. Contoh rumput gembala antara lain : Brachiaria brizantha, B. ruziziensis, B. mutica, Paspalum dilatatum, Digitaria decumbens, Cloris gayana, Cynodon plectostachyus, Cenchrus ciliaris.
Di Indonesia sendiri, rumput gajah merupakan rumput potong sebagai hijauan utama pakan ternak. Rumput potong biasanya dipanen dengan cara membabat seluruh pohonnya lalu diberikan langsung (cut and carry) sebagai pakan hijauan untuk kerbau dan sapi, atau dapat juga dijadikan persediaan pakan melalui proses pengawetan pakan hijauan dengan cara silase dan hay. Selain itu rumput potong juga bisa dimanfaatkan sebagai mulsa tanah yang baik. Berbeda dengan rumput gembala, rumput disengut langsung oleh ternak pada saat digembalakan. Pemeliharaan rumput dilakukan dengan cara mengatur waktu grazing ternak agar tidak terjadi overgrazing dan memberikan waktu rumput untuk regrowth (Parakkasi, 1999).
Berikut penjelasan mengenai rumput gajah sebagai jenis hijauan pakan utama yang dikembangkan di Indonesia
Rumputgajah(Pennisetumpurpureum)
Rumput ini secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi dengan rimpang yang pendek. Tinggi batang dapat mencapai 2-4 meter (bahkan mencapai 6-7 meter), dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari 3 cm dan terdiri sampai 20 ruas / buku. Tumbuh berbentuk rumpun dengan lebar rumpun hingga 1 meter. Pelepah daun gundul hingga berbulu pendek; helai daun bergaris dengan dasar yang lebar, ujungnya runcing. Kultivar rumput gajah tersebut adalah King Grass (P. purpureum cv. King Grass), Taiwan (P. purpureum cv. Taiwan), Hawaii (P. purpureum cv. Hawaii) dan Africa (P. purpureum cv. Africa).
Rumput ini secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi dengan rimpang yang pendek. Tinggi batang dapat mencapai 2-4 meter (bahkan mencapai 6-7 meter), dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari 3 cm dan terdiri sampai 20 ruas / buku. Tumbuh berbentuk rumpun dengan lebar rumpun hingga 1 meter. Pelepah daun gundul hingga berbulu pendek; helai daun bergaris dengan dasar yang lebar, ujungnya runcing. Kultivar rumput gajah tersebut adalah King Grass (P. purpureum cv. King Grass), Taiwan (P. purpureum cv. Taiwan), Hawaii (P. purpureum cv. Hawaii) dan Africa (P. purpureum cv. Africa).
D. Jenis
Tanaman Tahan Naungan
Naungan baik secara alami maupun buatan
mengakibatkan pengurangan intensitas cahaya yang sampai pada tanaman. Sebagian
besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan
menurunnya intensitas sinar, namun spesies yang tahan terhadap naungan
menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada
naungan sedang. Tanaman yang ditanam pada kondisi tanpa naungan cenderung
memiliki produksi berat kering akar yang lebih tinggi dibanding tanaman dengan
naungan.
Sistem integrasi tanaman-ternak pada ekosistem perkebunan kelapa sawit
maupun karet membutuhkan jenis hijauan pakan ternak yang relatif toleran
terhadap naungan agar daya tampung lahan meningkat. Salah satu upaya yang dapat
ditempuh dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan dalam mendukung ketersediaan
hijauan pakan adalah dengan mengembangkan tanaman pakan ternak toleran naungan
untuk diintroduksikan di lahan perkebunan yang selama ini belum banyak
dimanfaatkan seperti di perkebunan kelapa dan karet.
Stenotaphrum secundatum
Rumput Stenotaphrum secundatum dikenal dengan nama umum
“Buffalo grass” (Australia) atau St. Agustine grass (Amerika Serikat). Termasuk
dalam family “Gramineae’ dengan sub-familyPanicoideae. Stenotaphrum
secundatum merupakan jenis rumput yang cocok tumbuh pada areal yang
intensitas cahayanya rendah. Tanaman sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma
dan stolon yang padat, perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma
sangat kuat sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma serta tahan terhadap
penggembalaan berat.
Potensi Produktivitas Pada Kondisi Naungan
S.secundatum merupakan
salah satu spesies tanaman pakan ternak yang toleran terhadap naungan. Jenis
rumput ini menunjukkan pertumbuhan maupun produksi yang lebih baik pada lahan
naungan dibanding alam terbuka/tanpa naungan. Adaptasinya terhadap kondisi
naungan sangat baik seperti terlihat pada karakteristik morfologik (tinggi
tanaman, lebar daun) maupun fisiologik (kandungan klorofil).
Hasil penelitian di Lolitkambing menunjukan bahwa
produksi S. secundatum tertinggi pada naungan 55% ( 54
ton/ha/tahun) dan relatif sama dengan produksi perlakuan naungan 75% (47
ton/ha/tahun). Produksi justru lebih rendah pada kondisi tanpa naungan (32
ton/ha/tahun). Hal ini menunjukan tingginya adaptasi S.secundatum pada
kondisi naungan. Adaptasi tersebut ditunjukkan oleh tinggi tanaman maupun lebar
daun yang berbeda nyata dengan yang ditanam di alam terbuka/tanpa naungan, yang
pada akhirnya menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Secara umum produksi
hijauan di daerah tropis akan menurun dengan berkurangnya intensitas cahaya,
tetapi produksi hijauan yang toleran naungan masih dapat meningkat pada naungan
sedang.
Nilai Nutrisi Rumput S.secundatum
Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kandungan bahan
kering, protein kasar, NDF dan ADF relatif sama pada kondisi naungan maupun
terbuka. Kandungan bahan organik sekitar 87%. Kandungan energi kasar sebesar
4816 Kal/kg bahan kering. protein kasar berkisar antara 6-8% sedangkan serat
(NDF) antara 82-85%.
Rumput ini memiliki palatabilitas yang tinggi saat
masih muda, disukai oleh ternak ruminansia besar maupun kecil. Terdapat
kandungan oksalat sejumlah ±1% namun dilaporkan tidak menyebabkan keracunan
pada ternak yang mengkonsumsinya.
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan naungan tidak
mempengaruhi jumlah konsumsiS.secundatum oleh ternak kambing. Tingkat
konsumsi S. secundatum pada ternak kambing mencapai 3,3% bobot
tubuh dan tergolong normal untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Koefisien cerna
yang merupakan salah satu indikator kualitas nutrisi yang penting tergolong
tinggi padaS.secundatum. Kecernaan bahan organik berkisar antara 57-
67%, sedangkan kecernaan energi berkisar antara 69-74%. Penggunaan rumput S.secundatum sebagai
pakan menghasilkan retensi nitrogen (N) yang positif (1,0-1,2 g N/hari) yang
mengindikasikan kapasitasnya untuk mendukung pertumbuhan yang moderat pada
ternak kambing.
Pengembangan
Dengan adaptasi yang baik pada kondisi naungan tingkat
sedang sampai tinggi, maka rumputS.secundatum merupakan salah satu
alternatif jenis tanaman pakan ternak yang memiliki potensi tinggi sebagai sumber
hijauan, terutama untuk mendukung sistem integrasi ternak dengan tanaman
perkebunan, khususnya kelapa sawit dan karet. Pengembangan tanaman pakan
tersebut relatif mudah dilakukan karena perbanyakan materi tanam dapat
menggunakan pols atau sobekan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Faktor
tumbuh tanaman antara lain :
1. Tanah
merupakan salah satu unsur terpenting dalam pertumbuhan hijauan ternak. Tanah
menjadi tempat tumbuh bagi tanaman, tempat tanaman memperoleh zat hara dan
mineral dalam pertumbuhan dan atau perkembangannya, tanah juga menjadi sumber
air bagi tanaman.
2. Air
adalah salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan dalam jumlah
besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
3. Iklim
dapat mempengaruhi faktor tumbuh pada tanaman karena iklim menyangkut kondisi
lingkungan sekitar tanaman, apakh tanaman berada pada lingkungan yang kering,
lembab, atau berair sehingga cara beradaptasinya pun berbeda-beda untuk
melanjutkan keturunan.
4. Spesies tanaman termasuk didalamnya adalah gen dan hormon dalam
tanaman dapat mempenagruhi kualitas hijaun yang dapat dimanfaatkan. Gen unggul
dapat menghasilkan pakan yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010. FaktorPenentuPertumbuhanTanaman.http://nasih.wordpress.com/2010/11/01/faktor-penentu-pertumbuhan-tanaman/.
Diakses pada September 2011.
Anonim.2011. PengaruhPerubahanIklim.http://acehpedia.org/Pengaruh_Perubahan_Iklim_Terhadap_Pertumbuhan_Tanaman.
Diakses September 2011.
Hidayat, E.B. 1995. Anatomi
Tumbuhan Berbiji. Institut Teknologi Bandung Press, Bandung.
Kimball, J.W. 1965. Biology.
Adisson-Wesley Publishing Company, Massachusette.
Levitt, J. 1980. Responses
of Plants to Environmental Stress. Academic Press, New York.
Maynard, G.H. and D.M. Orcott.
1987. The Physiology of Plants Under Stress. John Willey and Sons,
Inc, New York.
Mustahib. 2011. Faktor
Tumbuh Tanaman. http://biologi.blogsome.com//FAKTOR INTERNAL
PERTUMBUHAN TANAMAN Biologi TerLengkap!.htm. Diakses September 2011.
Noggle, G.R. and G.J.
Fritz.1983. Introductory Plant Physiology. Prentice Hall, Inc, New
Jersey.
Purwadi, Eko. 2011. Faktor Penentu Pertumbuhan
Tanaman.http://www.masbied.com/Pengujian Ketahanan Benih Terhadap Cekaman
Lingkungan _ MasBied.com.htm
Rahardja,D,P., 2010. Ilmu
Lingkungan Ternak. Masagena Press, Makassar.
Sasli. 2004. Dalam Mahmudin. 2009. (http://mahmuddin.wordpress.com/
2009/10/16/cekaman-pada-makhluk-hidup/). Diakses tanggal September 2011.
Sudiarto. 2007. Pengelolaan Lengas Tanah Musim
Kemarau Pada Tanaman Karet Belum Menghasilkan. Jurnal Penelitian
Karet, 25 (1): 17-21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar