TUGAS MAKALAH
ILMU LINGKUNGAN TERNAK
PENGARUH SUHU LINGKUNGAN TERRHADAP KAMBING PERANAKAN ETTAWA
NAMA KELOMPOK 25
YUSMAR I
111 11 331
JIHADUL FAJRI I 111 11 333
EMANUEL ISAR I 111 11 335
NURHIDAYAT I 111 11
337
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Peternakan
merupakan suatu kegiatan mengembangbiakan dan membudidayakan hewan ternak untuk
diambil manfaat dari hasil kegitan. Dalam kegiatan tersebut perternak berupaya
mendatang ternak unggul dari negara-negara yang mempunyai ternak domestik
unggul yang pertumbuhan dan produksinya bagus, seperti Kambing Etawa dari India.
Namun peternak di Indonesia terkendala karena bibit tersebut perlu penyesuaian
terhadap iklim dan suhu lingkungan Indonesia. Maka dalam hal ini perlu
manipulasi agar ternak dapat beradaptasi dengan lingkungan
Sistem pemeliharaan kambing di
Indonesia sebagian besar masih dilakukan secara tradisional oleh petani ternak.
Ternak dilepas atau digembalakan di lapangan atau padang rumput lain pada siang
hari. Konsekuensi sistem pemeliharaan demikian adalah terjadinya beban panas
yang berlebih atau cekaman panas pada ternak, karena pengaruh langsung dari
radiasi matahari dan suhu lingkungan yang tinggi. Kondisi ini memaksa ternak
untuk mengaktifkan mekanisme termoregulasi, yaitu peningkatan suhu rektal, suhu
kulit, frekuensi pernafasan dan denyut jantung, serta menurunkan konsumsi pakan
(Purwanto et al., 1996).
Rendahnya persentase bobot karkas
pada suhu lingkungan rendah disebabkan oleh tingginya bobot alat pencernaan
(jeroan), berhubung tingginya konsumsi pakan di daerah suhu lingkungan rendah.
Terjadinya peningkatan konsumsi pakan, diikuti peningkatan bobot jeroan dan
isi. Kaitan antara suhu lingkungan dengan konsumsi pakan, dijelaskan melalui
pengaruhnya pada aktivitas metabolisme.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui pengaruh suhu lingkungan terhadap fisiologi
kambing PE
2.
Mengetahui respon termoregulasi terhadap kambing PE
3.
Mengatahui pengaruh konsumsi ransum dan
pertambahan bobot tubuh kambing PE
terhadap suhu pada kandang
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Pengaruh Suhu
Lingkungan Terhadap Fisiologis Kambing PE
Masalah utama dari ternak yang
dipelihara di daerah tropis basah, seperti di Indonesia, adalah tingginya
radiasi matahari secara langsung sepanjang tahun, khususnya bagi ternak
berproduksi tinggi, sehingga ternak dalam kondisi uncomfort karena beban panas
yang berlebih. Respons dari masalah ini adalah ternak terpaksa meningkatkan
aktivitas termoregulasi guna mengatasi beban panas yang dideritanya. Suhu dan
radiasi matahari pada kandang tanpa atap atau tanpa naungan atap lebih tinggi daripada
kandang dengan naungan atap. Sebaliknya kelembaban dalam kandang tanpa naungan
atap lebih rendah daripada di dalam kandang dengan naungan atap.
Menurut Smith dan Mangkuwidjojo
(1988) bahwa daerah nyaman bagi kambing berkisar antara 18 dan 300C.
Peningkatan suhu terjadi sejalan dengan peningkatan besarnya radiasi matahari
yang diterima. Namun demikian, diduga bahwa beban panas yang lebih kecil
dialami oleh kambing yang dipelihara di bawah naungan atap. Kondisi ini terlihat
dari kemampuan naungan atap untuk memperbaiki lingkungan mikro dalam kandang
naungan atap, yaitu menurunkan suhu dan radiasi matahari.
Mekanisme fisiologis mengharuskan
alokasi energi untuk kinerja produksi maupun reproduksi dipakai untuk
mempertahankan keseimbangan panas tubuh. Dengan demikian, akan berdampak buruk
yaitu penurunan produktivitas ternak. Salah satu cara untuk mengatasi masalah
ini adalah dengan mengendalikan panas yang diterima dan peningkatan panas yang
terbuang oleh ternak, yaitu pemberian naungan atau atap dan pemilihan bahan
atap yang lebih efektif dalam menciptakan kondisi iklim mikro kandang yang
kondusif bagi ternak untuk berproduksi. Jenis atap kandang yang biasa digunakan
oleh para peternak, yaitu atap dari rumbia, seng, dan genteng. Dari bahan
tersebut kita dapat membandingkan bahan atap mana yang lebih efektif dalam
menciptakan kondisi iklim mikro kandang yang kondusif bagi ternak untuk
berproduksi.
Hasil penilitian Qiston (2007) menunjukkan:
- Jenis atap tidak mempengaruhi suhu udara, kelembaban udara, dan radiasi matahari dalam kandang
- Kandang beratap rumbia menyebabkan respons suhu rektal lebih rendah dibandingkan dengan kambing yang ada di dalam kandang beratap genteng dan seng pada pengamatan siang, malam, dan rataan harian. Kandang beratap genteng menyebabkan suhu rektal ternak kambing lebih rendah dibandingkan ternak beratap seng pada pengamatan siang dan rataan harian, namun pada pengamatan malam hari tidak berbeda
- Kandang beratap rumbia menyebabkan respons frekuensi pernafasan lebih rendah dibandingkan dengan ternak beratap seng baik pada pengamatan siang maupun rataan harian, sedangkan dibandingkan dengan ternak beratap genteng tidak berbeda. Pengamatan malam hari ketiga jenis atap menghasilkan frekuensi pernafasan yang tidak berbeda;
- Ketiga jenis atap kandang tidak menyebabkan perbedaan respons frekuensi denyut jantung baik pada pengamatan siang hari, malam hari, maupun rataan harian;
- Ketiga jenis atap kandang tidak menyebabkan perbedaan respons pertambahan bobot badan harian pada ternak kambing percobaan.
Respons
Termoregulasi Terhadap Kambing PE
Suhu rektal kambing PE pada kandang tanpa
naungan atap memberikan hasil yang lebih besar daripada kambing yang dinaungi.
Hasil ini mengindikasikan bahwa tingkat cekaman atau beban panas yang dialami
oleh kambing pada kandang tanpa naungan atap lebih besar jika dibandingkan
dengan kambing yang dinaungi. Hal ini disebabkan lebih tingginya suhu dan
radiasi matahari dalam kandang tanpa naungan atap. Menurut Mc Dowell (1972),
suhu lingkungan yang tinggi mengakibatkan peningkatan suhu tubuh ternak.
Meskipun nilai rataan suhu rektal
kambing PE pada kedua kondisi pemeliharaan di kandang dengan naungan atap dan
di kandang tanpa naungan atap, suhu rektal keduanya masih berada dalam kisaran normal
suhu rectal kambing. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Smith dan Mangkuwidjojo
(1988), suhu rektal kambing pada kondisi normal adalah 38,5 -400C
dengan rataan 39,40C atau antara 38,5 dan 39,70C dengan
rataan 39,10C (Anderson, 1970). Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme
termoregulasi dapat berjalan dengan baik.
Kambing yang dipelihara pada kandang
tanpa naungan atap memiliki frekuensi pernapasan dan denyut jantung yang lebih
tinggi daripada kambing di bawah naungan atap. Kondisi ini dikarenakan ternak pada
kandang tanpa naungan atap mengalami cekaman atau beban panas yang lebih besar,
sehingga akan melakukan aktivitas mekanisme termoregulasi melalui jalur
evaporasi, baik melalui kulit maupun pernafasan, yang lebih besar jika
dibandingkan dengan ternak yang berada di bawah naungan atap. Frandson (1993)
menyatakan bahwa ternak yang tidak dinaungi akan mengalami peningkatan pada
suhu rektal, suhu kulit, frekuensi pernapasan, dan frekuensi denyut jantung,
sebagai akibat adanya tambahan panas dari luar tubuh terutama yang berasal dari
radiasi panas matahari secara langsung.
Konsumsi Ransum dan
Pertambahan Bobot Tubuh
Tambahan bobot tubuh kambing yang
dipelihara dalam kandang dengan naungan atap lebih tinggi daripada kambing yang
dipelihara di kandang tanpa naungan atap. Hal ini disebabkan karena konsumsi
ransum ternak di kandang dengan naungan atap adalah lebih besar jika
dibandingkan dengan kambing tanpa naungan atap.
Konsumsi ransum pada kambing yang
dipelihara tanpa naungan atap lebih rendah daripada ternak yang dipelihara di
bawah naungan atap. Hal ini disebabkan karena kambing tanpa naungan atap
mengalami cekaman atau beban panas yang lebih besar, sehingga terpaksa
menurunkan tingkat konsumsi pakannya sebagai upaya untuk mengurangi produksi
panas tubuh untuk mencegah cekaman atau beban panas yang semakin besar. Semakin
besarnya penurunan beban panas yang dialami oleh ternak di dalam kandang dengan
naungan atap menunjukkan bahwa energi yang dapat dimanfaatkan untuk
proses-proses metabolisme pada ternak di bawah naungan atap lebih besar jika
dibandingkan dengan energi yang terpaksa digunakan untuk proses termoregulasi
pada ternak tanpa naungan atap.
Beberapa peneliti juga melaporkan
bahwa suhu lingkungan mempengaruhi konsumsi pakan. Krogh (2000) menyatakan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah suhu
lingkungan. Suhu ruangan di bawah thermoneutral menyebabkan kosumsi pakan
ternak meningkat, sedangkan suhu ruangan di atas kisaran tersebut menyebabkan
penurunan konsumsi pakan. Penurunan konsumsi pakan, antara lain disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi air minum yang digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh
terhadap suhu lingkungan yang bertambah panas.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
- Suhu dan radiasi matahari pada kandang tanpa atap atau tanpa naungan atap lebih tinggi daripada kandang dengan naungan atap. Sebaliknya kelembaban dalam kandang tanpa naungan atap lebih rendah daripada di dalam kandang dengan naungan atap
- Jenis atap tidak mempengaruhi suhu udara, kelembaban udara, dan radiasi matahari dalam kandang
- Kandang beratap rumbia menyebabkan respons suhu rektal lebih rendah dibandingkan dengan kambing yang ada di dalam kandang beratap genteng dan seng pada pengamatan siang, malam, dan rataan harian. Kandang beratap genteng menyebabkan suhu rektal ternak kambing lebih rendah dibandingkan ternak beratap seng pada pengamatan siang dan rataan harian, namun pada pengamatan malam hari tidak berbeda;
- Kandang beratap rumbia menyebabkan respons frekuensi pernafasan lebih rendah dibandingkan dengan ternak beratap seng baik pada pengamatan siang maupun rataan harian, sedangkan dibandingkan dengan ternak beratap genteng tidak berbeda.
- Kambing yang dipelihara pada kandang tanpa naungan atap memiliki frekuensi pernapasan dan denyut jantung yang lebih tinggi daripada kambing di bawah naungan atap
- Konsumsi ransum pada kambing yang dipelihara tanpa naungan atap lebih rendah daripada ternak yang dipelihara di bawah naungan atap
- Penggunaaan naungan atap menghasilkan kondisi iklim yang lebih nyaman jika dibandingkan tanpa naungan atap, yang ditunjukkan oleh lebih rendahnya respons suhu rektal, frekuensi pernapasan, dan frekuensi denyut jantung, serta pertambahan bobot tubuh kambing PE yang lebih tinggi.
Saran
Sebaiknya para peternak menggunakan kandang yang
menggunakan atap untuk memelihara hewan ternak agar daging ataupun susu yang
didapatkan lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson,
1970. Phase Boundary Water in Frosen Solls. Us Army CorpsCIF ENG. Cold Regions
CES. And Eng. Lab. Ra. 274. 17 p
Franson,
1997. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi 4. Gadjah Mada. University press:
yogyakarta
Mangkuwidjojo,
1988. Bersahabat dengan Hewan. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta
Mc Dowell,
1972. Vitamin in Animal Homnon. Academic press-cnc Harcount Brace Jouanovich
Publisher, San Diego, LA
Purwanto,et al, 1996. Psikologi Pendidikan. Remaja
Rosdakarya: Bandung
makasih sudah berbagi ilmu
BalasHapussalam satu jiwa peternak indonesia